by Nimatul Faizah - Espos.id Solopos - Senin, 12 Juni 2023 - 16:55 WIB
Esposin, BOYOLALI -- Wilayah Kecamatan Selo, Boyolali, yang bak berada di belahan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu kini telah bertransformasi dari kawasan perdesaan sepi menjadi objek wisata pegunungan yang ramai dikunjungi.
Deretan kafe, coffee shop, hingga penginapan seperti hotel, homestay hingga glamping menjamur di kawasan yang terbelaj Jalan Solo-Selo-Borobudur (SSB) tersebut. Kondisi itu tak ubahnya objek wisata pegunungan yang lebih dulu terkenal di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar.
Bahkan kalangan pengusaha meyakini dengan pemandangan indah yang ditawarkan dan dukungan kemudahan perizinan bagi investor, kawasan wisata Selo bisa mengungguli Tawangmangu.
Pemandangan indah yang membangkitkan nostalgia pada gambar pemandangan alam semasa SD dan sejuknya udara menyambut saat Esposin melewati gerbang dengan tulisan Kawasan Obyek Wisata Selo di perbatasan Selo-Cepogo, Jumat (9/6/2023).
Kafe, homestay atau penginapan, dan wahana wisata yang tersaji di kiri kanan jalur SSB yang membelah kawasan pegunungan Selo, Boyolali. Di pinggir jalan terlihat Kafe Merbabu Story dan Cafe Bimastra. Banyak pula papan nama kafe-kafe di pinggir jalan seperti Nuansa Bening, D' Highland, Kopi Dari Hati, dan lain-lain.
Papan itu menjadi penanda dan petunjuk bagi wisatawan menuju kafe-kafe tersebut yang lokasinya tidak persis berada di jalan utama SSB melainkan harus naik ke lereng gunung. Lalu ada juga papan nama homestay atau penginapan seperti DA Mandiri, Villa Sanjaya, dan Azana Resort yang letaknya di wilayah Gebyok tapi agak masuk dan naik dari Jalur SSB.
Salah satu yang terlihat banyak wisatawan Selo dan menjadi spot foto para pegowes adalah Simpang PB VI Selo yang diresmikan pada November 2021 silam. Naik ke atas lagi dari Simpang PB VI Selo ada tempat wisata bernama Bukit Sanjaya.
Pemiliknya adalah Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Boyolali, Trijoko. Ditemui di kafe tersebut, Tri menceritakan Bukit Sanjaya mulai dibuka pada 2021. Ia memanfaatkan momentum masyarakat yang terkekang Covid-19. Masyarakat saat itu memilih berwisata ke alam terbuka untuk refreshing.
Tri juga berterima kasih kepada Pemkab Boyolali yang telah membangun Simpang PB VI Selo. Menurutnya, simpang tersebut telah menjadi wajah baru dan menjadi tempat transit wisatawan di kawasan wisata pegunungan Selo, Boyolali, itu.
Simpang PB VI Selo, kata Tri, membuat wajah Selo menjadi lebih bersih dan indah. Sehingga, masyarakat maupun investor berduyun-duyun mendirikan usaha di sekitarnya.
Ia mengungkapkan alasan investor tertarik untuk membuat usaha di Selo karena pemandangannya. Selain itu, prospek masa depan Selo yang menurutnya menjanjikan. Pengusaha Selo juga tidak hanya menawarkan pemandangan, tapi spot foto-foto instagramable untuk menarik pengunjung.
Dengan kondisi itu, Tri pun yakni Selo akan bisa mengungguli Tawangmangu. Apalagi jika para investor ikut memperhatikan perkembangan atraksi spot wisata di Selo. Ia mengusulkan adanya kerja sama antarpengelola objek wisata agar wisatawan bisa betah berlama-lama di Selo.
“Jadi bagaimana upayanya agar pengunjung Selo tidak hanya cukup sehari-dua hari. Tapi kalau bisa tiga hari bahkan satu minggu [pekan],” kata dia.
Pesona ketinggian pegunung Selo, Boyolali, juga membuat grup Azana Hotels & Resort tertarik membuka penginapan di kawasan wisata lereng gunung tersebut. Saat ini sudah dibuka Azana Essence Selo Boyolali yang menawarkan vila, tempat meeting, hingga luxury glamping.
Founder dan CEO Azana Hotels and Resorts, Dicky Sumarsono, mengaku tertarik untuk membuat glamping mewah di daerah Gebyok, Selo karena semenjak pandemi Covid-19, muncul pasar baru bernama NEWA (Nature, Eco-tourism, Wellness dan Adventure).
Sejak Covid-19, pasar NEWA semakin disukai dan semakin besar. “Pasar tersebut suka dengan hotel-hotel yang konsepnya di alam seperti gunung, pantai, hutan, bahkan persawahan,” ungkap dia saat dihubungi Esposin, Senin (12/6/2023).
Dicky menjelaskan preferensi customer yang suka menginap di hotel juga bergeser. Ia menceritakan dulu orang ke daerah pegunungan hanya saat akhir pekan, sekarang pada hari biasa atau weekdays juga ramai.
Kedatangan mereka, tutur Dicky, terkadang hanya untuk makan, foto, dan meeting. Di Azana Essence Selo yang berada di kawasan wisata pegunungan Selo, Boyolali, tersedia ruang meeting untuk memenuhi preferensi customer.
Alasan selanjutnya, ia melihat belum banyak pesaing yang memiliki konsep seperti Azana Essence Selo di kecamatan tersebut. Dicky menjelaskan Azana hadir dengan konsep luxury glamping villa yang jauh beda konsepnya dengan penginapan yang selama ini ada di Selo.
“Dibandingkan kelas glamping yang lain, Azana Selo ini yang paling mewah, bahkan dibandingkan dengan yang di Tawangmangu, Sarangan, Kopeng, Batu Malang, Lembang, Bandung, Puncak Bogor,” jelas dia.
Dicky yakin dan optimistis dengan investasinya di Selo karena banyak orang yang menyukai suasana alam yang segar dan instagrammable. Tempat-tempat yang instagramable, lanjut dia, tidak sebatas ruangan tapi alam juga bisa menjadi background foto.
Ia mengatakan era ini telah memasuki experiential economy yaitu ekonomi yang berbasis pengalaman. Yang ditawarkan Azana Essence Selo adalah pengalaman wisata di alam.
Dicky mengungkapkan Azana Essence Selo tidak pernah sepi. Beberapa pendaki dari luar kota juga sempat menginap di hotel kawasan wisata pegunungan Selo, Boyolali, itu. Begitu juga beberapa karyawan perusahaan mengadakan meeting di sana.
Dicky menjelaskan ada tiga tipe glamping yang ditawarkan Azana. Pertama tipe tenda mewah berbentuk keong dengan tarif Rp450.000 per malam. Lalu, tenda tingkat dengan tarif Rp550.000-Rp600.000 per malam dan tipe family dengan ruangan terbesar dan tarif Rp700.000-an.
“Itu harga saat weekdays, kalau weekend naik sekitar 20-30 persen,” jelas dia.
Salah satu warga Dukuh Gebyok, Desa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali, Nanang Setyawan, 41, mengakui sekarang Selo sudah banyak berubah dan semakin maju. Ia mengingat betul pada 1980-an Selo saat masih sepi.
Dulu, tempat wisata Selo hanya Urusan Gunung Api atau UGA Merapi Selo di Samiran dan Kedung Kayang yang pintu masuknya dari Magelang tapi terletak di wilayah Selo. Sedangkan saat ini telah menjamur warung makan, homestay, kafe, dan tempat-tempat wisata lainnya.
“Selo sekarang sudah sangat maju, tidak ketinggalan dengan kecamatan yang lain. Kondisi ekonomi masyarakat juga bagus, investor juga mulai masuk. Tentu semua ini ada dampak negatif dan positifnya bagi masyarakat,” kata dia.