Langganan

Peran Media dalam Pilkada: Antara Verifikasi, Netralitas, dan Hoaks - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Ahmad Kurnia Sidik  - Espos.id Solopos  -  Selasa, 17 September 2024 - 18:00 WIB

ESPOS.ID - Acara Ngobrol Santai: Penyatuan Keterbukaan Media/ Pers Mendukung Kertebukaan Demokrasi yang digelar oleh PWI Solo bersama Bakesbangpol Jawa Tengah, di Hotel Dana Solo, Selasa (17/9/2024) siang. (Espos/Ahmad Kurnia Sidik).

Esposin, SOLO – Menjelang Pilkada 2024, peran media dalam memastikan keberlangsungan demokrasi semakin krusial. Hal itu dibahas dalam Ngobrol Santai: Penyatuan Keterbukaan Media/Pers Mendukung Keterbukaan Demokrasi yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Solo bersama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jawa Tengah di Hotel Dana, Selasa (17/9/2024) siang.

Dalam kesempatan itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Solo, Anas Syakhirul, menekankan pentingnya media dalam menyajikan informasi dengan verifikasi yang baik.

Advertisement

Hal ini, menurutnya, membedakan media pers dari media sosial yang kerap tidak terikat pada kaidah verifikasi. “Verifikasi adalah hal yang sangat urgent bagi wartawan," ujarnya.

Selain itu, tugas media sudah tertuang jelas dalam Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengharuskan penyajian informasi yang faktual.

Advertisement

Selain itu, tugas media sudah tertuang jelas dalam Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengharuskan penyajian informasi yang faktual.

Lebih lanjut, dalam konteks Pilkada, kata dia, jurnalis akan dihadapkan pada tantangan memahami regulasi yang kerap berubah, di samping teknologi yang berkembang, dan kompleksitas lainnya, termasuk kondisi geografis serta keterbatasan waktu.

Karena itu, diperlukan keseriusan jurnalis dalam melaksanakan tugasnya. Hal itu nantinya akan berimbas pada peredaman polarisasi yang terjadi di masyarakat selama masa Pilkada.

Advertisement

Pembicara lainnya, Direktur Solopos Media Grup (SMG) Suwarmin, menyoroti perubahan signifikan yang terjadi di industri media pers.

“Terutama setelah puncak kejayaan media cetak pada 2014. Kini, media online yang dibantu media sosial menjadi platform dominan,” kata dia.

Kendati demikian, Suwarmin mengingatkan bahwa meskipun media bukan lagi alat publikasi yang paling kuat, perannya sebagai sumber verifikasi tetap tidak tergantikan. Di samping diperlukan sikap kritis dan independensi dari media serta jurnalisnya itu.

Advertisement

Tujuannya adalah menghindari pemanfaatan media sebagai alat pukul ataupun amplifikasi kebencian satu pihak semata. Ia kemudian memberi contoh, ketika jurnalis mendengar kabar suatu kejadian.

Yang mana ada dua narasumber yang berbeda pendapat. Menurut dia, perlu didengarkan kedua narasumber itu sembari si jurnalis mengecek dan mengamati sendiri kejadian itu.

“Dengan begitu, timbul yang disebut sebagai independensi. Dan tidak akan dimanfaatkan untuk menyemai kebencian,” kata dia.

Advertisement

Suwarmin juga menambahkan bahwa media pers harus beradaptasi dengan perilaku pemilih yang berubah akibat perkembangan teknologi. “Perubahan teknologi membuat regulasi sulit mengejarnya, dan pemerintah harus terus menyesuaikan diri,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa banyak kepentingan dan pemain di luar sana yang juga mempengaruhi jalannya pesta demokrasi.

Sementara itu, pembicara lainnya Anggota Utama Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Niken Satyawati, menyoroti meningkatnya penyebaran hoaks menjelang Pilkada.

Dalam rentang satu semester, terdata 2.119 hoaks di Indonesia, jumlah yang melonjak drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Hoaks banyak tersebar melalui Facebook, YouTube, dan TikTok, dengan narasi yang mengeksploitasi sentimen SARA dan politik," kata Niken.

Menurutnya, salah satu narasi hoaks yang paling sering muncul adalah upaya merusak reputasi kandidat, dengan tujuan merusak kepercayaan publik terhadap calon tertentu. Selain itu, hoaks terkait pemilu umumnya berfokus pada eksploitasi isu pemilu itu sendiri

Niken menyarankan agar divisi cek fakta di media terus bekerja keras, dan pemerintah juga perlu memiliki lembaga khusus untuk memeriksa fakta guna memerangi hoaks.

“Mitigasi terhadap potensi polarisasi juga sangat penting dilakukan sejak dini, demi menghindari perpecahan yang lebih besar. Kohesi sosial perlu dibentuk di masyarakat,” ungkapnya.

Dengan tantangan yang dihadapi media, baik dari segi verifikasi, netralitas, maupun penyebaran hoaks, peran media dalam menjaga demokrasi pada Pilkada 2024 menjadi sangat penting. Semua pihak diharapkan dapat berkolaborasi untuk menciptakan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.

Advertisement
Mariyana Ricky P.D - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Kata Kunci : Pilkada 2024 Peran Media
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif