by Mahardini Nur Afifah Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Selasa, 3 Juni 2014 - 04:41 WIB
Keramik berdimensi 48 cm x 24 cm x 16 cm, buatan perupa muda Mega Hadi Wijaya tersebut membuat miris siapa pun melihatnya. Karya berjudul Bencana Tak Kenal Dosa ini menjadi satu dari 26 karya pameran seni keramik bertajuk Gugur Gunung yang dipamerkan di Balai Soedjatmoko Solo, Minggu-Rabu (1-4/6/2014).
Karya lain yang juga menarik perhatian adalah patung yang menggambarkan dampak lainnya dari erupsi Gunung Kelud, yakni datangnya bantuan. Effy Indratmo menampilkan keramik berbentuk tumpukan biskuit di sebuah piring. Bencana Kelud rupanya dimaknai Effy mampu membangkitkan rasa simpati dari masyarakat lainnya dengan memberi bantuan.
Pameran keramik yang menjadi debut Jurusan Kriya Seni Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Solo ini menampilkan karya keramik yang dibuat dari kombinasi material tanah liat dan abu vulkanis yang dimuntahkan Gunung Kelud di Soloraya, Februari lalu.
Bencana alam yang acap kali menyisakan pilu bagi masyarakat terdampaknya, melahirkan kreativitas dan kepedulian dari kalangan civitas akademica kampus tersebut. Selepas melakoni proses kreatif selama kurang lebih tiga bulan, mahasiswa bersama dosen kampus setempat mewujudkan pameran filantropi untuk membantu rehabilitasi pascabencana erupsi Gunung Kelud.
Penggagas pameran sekaligus dosen pengampu mata kuliah Keramik Jurusan Kriya Seni FSRD ISI Solo, Aries Budi Marwanto, mengungkapkan dirinya membebaskan ide penciptaan karya pameran kolektif tersebut. “Idenya bebas. Ada yang mengaitkan dengan kejadian erupsi Gunung Kelud, ada juga yang merespons dampaknya,” terang Aries, saat ditemui di sela-sela pembukaan pameran di ruang budaya setempat, Minggu (1/4/2014) malam.
Menurutnya, karya yang dipamerkan dalam pameran tersebut bakal dilelang secara tertutup. Hasilnya akan disumbangkan untuk korban bencana erupsi Gunung Kelud yang masih membutuhkan uluran tangan. “Pameran ini tidak hanya bermanfaat bagi korban bencana, tapi juga berkontribusi mengasah kreativitas para mahasiswa lewat medium eksperimental,” katanya.
Ketua Pameran Gugur Gunung, Ruli Hardiko, mengatakan karya yang dibuat sejak Februari lalu ini sedianya akan dipamerkan pada Maret lalu. Namun, pihaknya menjumpai banyak kendala sehingga baru Juni pameran direalisasikan. “Dalam perjalanan kekaryaannya, ternyata kami membutuhkan proses yang panjang. Tidak sekadar membuat karya, tapi juga butuh konsultasi dan penyempurnaan. Lewat proses inilah kami belajar,” imbuh Rudi.
Sementara itu, Ketua Jurusan Kriya Seni FSRD ISI Solo, Prima Yustana M.A., menilai pameran ini cukup kreatif karena bisa mengubah nestapa bencana alam menjadi ide kreatif dalam berkarya. ”Karya yang dipamerkan cukup menarik dengan menampilkan ekspresi pribadi perupa yang penuh makna,” komentarnya.