by Kaled Hasby Ashshidiqy - Espos.id Solopos - Kamis, 4 Mei 2023 - 12:50 WIB
Esposin, SUKOHARJO — Sejak 2015 lalu, Sukoharjo memiliki identitas baru sebagai Kabupaten Jamu. Tugu Jamu di Bulakrejo pun dibangun untuk meneguhkan identitas Sukoharjo sebagai daerah penghasil obat tradisional yang memiliki sejarah panjang.
Julukan Kabupaten Jamu disandang Sukoharjo setelah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mendeklarasikannya pada 1 April 2015 silam. Hal ini ditindaklanjuti dengan pencanangan Sukoharjo sebagai destinasi wisata jamu oleh Puan Maharani dengan pemukulan gong di halaman Gedung Setda Sukoharjo, Senin (18/3/2019).
Julukan Kabupaten Jamu dipegang Sukoharjo karena menjadi satu-satunya kabupaten yang punya pasar jamu, yakni Pasar Jamu Nguter. Di pasar ini tersedia aneka empon-empon sebagai bahan baku utama pembuatan jamu tradisional. Selain itu ada pula produk jamu yang telah dikemas dengan bungkus saset yang lebih praktis.
Mengacu data 2021, sedikitnya ada 2.513 UMKM jamu di Sukoharjo. Mereka adalah para penjual jamu gendong, penjual jamu keliling, warung jamu, pengusaha jamu instan dan lainnya.
Mengacu data 2021, sedikitnya ada 2.513 UMKM jamu di Sukoharjo. Mereka adalah para penjual jamu gendong, penjual jamu keliling, warung jamu, pengusaha jamu instan dan lainnya.
Agar identitas Kabupaten Jamu dikenal oleh warga luar kota, Pemkab Sukoharjo membangun Patung Jamu di Bulakrejo sekitar tahun 2011. Patung itu terdiri atas seorang ibu-ibu bakul jamu gendong yang tampak tengah berbincang dengan seorang pria petani bercaping bertelanjang dada. Tangan kanan si petani tenan menunjukkan sesuatu, sementara tangan kirinya memanggil cangkul. Patung ini juga dianggap sebagai patung selamat datang bagi warga luar kota yang masuk wilayah Kabupaten Sukoharjo.
Untuk memberdayakan UMKM jamu sekaligus melestarikan kearifan lokal, Bupati Sukoharjo, Etik Suryani, telah mewajibkan semua organisasi perangkat daerah (OPD) melaksanakan rutinitas minum jamu setiap hari jumat bagi para pegawainya. Bupati juga mendorong hal yang sama dilakukan di BUMD, perusahan swasta, dan masyarakat.
Mengutip Sukoharjo dalam Angka 2023 yang dirilis BPS Sukoharjo, produksi jahe di Sukoharjo di 2022 sebanyak 106.313 kg, lengkuas 90.988 kg, kencur 47.265 kg, kunyit 827.393 kg, lempuyang 162.940 kg, dan temulawak 112.206 kg.
Mengutip Antara, Ketua Koperasi Jamu Indonesia (Kojai) Sukoharjo, Suwarsi Moertedjo, menjelaskan jumlah peracik atau pengusaha jamu tradisional di Pasar Nguter Sukoharjo pada 1994 awalnya hanya 15 orang. Untuk mewadahi pengusaha jamu, maka pada 30 Juli 1995 didirikan Kojai di Sukoharjo dengan anggota minimal 20 pengusaha jamu.
Anggota Kojai asal Desa Nguter kemudian banyak merantau ke Jakarta. Jamu tradisional asal Nguter menjadi sangat berkembang, karena banyak perantau menjual jamu gendong di Jakarta, pada 1995. Satu kampung warga Nguter "bedol desa" mengadu nasib merantau sebagai penjual jamu gendong ke Jakarta.
Sementara itu, Kojai Sukoharjo terus mengembangkan sayap dengan berkantor di sebelah barat Pasar Soekarno Sukoharjo. Pengurus dan anggota setiap bulan mengadakan pertemuan, memberikan pembinaan dan solusi serta menerima masukan anggota pengusaha jamu tradisional.
Anggota Kojai yang awalnya hanya 15 perajin jamu tradisional, sekarang lebih dari 72 orang yang berada di Nguter dan Sukoharjo. Sedangkan jumlah seluruhnya di Sukoharjo ada 112 pengusaha dan pedagang jamu baik skala kecil, menengah hingga cukup besar. Dari jumlah tersebut ada 25 perusahaan jamu di Sukoharjo yang sudah terdaftar di Departemen Kesehatan.
Penjual jamu tradisional di Nguter tersebut bisa tetap lestari karena mereka melakukan secara turun-temurun. Dari nenek turun ke anak, cucu dan seterusnya sehingga mudah mengelola dan melestarikan jamu tradisional sebagai warisan leluhur di daerah ini.