Langganan

Masaknya Masih Tradisional, Warung Serabi di Karangdowo Klaten Ramai Pelanggan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Taufiq Sidik Prakoso  - Espos.id Solopos  -  Senin, 15 Juli 2024 - 16:46 WIB

ESPOS.ID - Tatmi, 56, membikin serabi di warungnya di tepi jalan raya Pedan-Karangdowo, Desa Pugeran, Kecamatan Karangdowo, Klaten, Sabtu (13/7/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Esposin, KLATEN -- Berawal dari iseng, Tatmi, 56, malah keterusan berjualan serabi sejak sekitar 20 tahun lalu hingga saat ini di tepi jalan Pedan-Karangdowo, Dukuh Banaran, Desa Pugeran, Karangdowo, Klaten.

Tempat Tatmi berjualan sekaligus memproduksi serabi berupa warung berdinding bambu. Cara pembuatan serabinya pun masih tradisional. Namun demikian, warung itu memiliki banyak pelanggan.

Advertisement

Sejak pukul 05.00 WIB, Tatmi mulai membuka warung. Dia mulai membuat perapian menggunakan tungku kayu bakar. Tak hanya satu tungku, ada sembilan tungku plus wajan gerabah di atasnya.

Duduk menghadap sembilan tungku, Tatmi mulai memasukkan adonan berbahan dasar tepung beras dan santan ke wajan-wajan gerabah. Tangan Tatmi cekatan ke kanan dan kiri menyisir satu per satu tungku.

Advertisement

Duduk menghadap sembilan tungku, Tatmi mulai memasukkan adonan berbahan dasar tepung beras dan santan ke wajan-wajan gerabah. Tangan Tatmi cekatan ke kanan dan kiri menyisir satu per satu tungku.

Dia memasukkan adonan di satu tungku dan buru-buru mengangkat serabi di tungku lain. Tatmi sudah terbiasa diselimuti asap kayu bakar. Saking lamanya warung itu dipakai Tatmi berjualan, dinding kayunya penuh jelaga.

Tatmi dibantu saudaranya yang bertugas menata dan membungkus serabi. Bungkus jajanan itu menggunakan daun pisang. Per bungkus seharga Rp5.000 berisi delapan biji serabi. Makanan itu makin nikmat dihidangkan dengan juruh dan parutan kelapa.

Advertisement

Serabi bikinan Tatmi, penjual di tepi jalan raya Pedan-Karangdowo, Desa Pugeran, Kecamatan Karangdowo, Klaten, Sabtu (13/7/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso

Sebelum berjualan serabi, Tatmi memiliki usaha bordir. Dulu karyawannya banyak. Namun, harga bahan baku terutama benang yang terus naik membikin Tatmi tak minat lagi meneruskan usaha tersebut.

Kemudian dia bertanya kepada kerabatnya tentang berjualan serabi. Niatan itu didukung kerabat Tatmi. Modal Tatmi hanya nekat. Dia tak memiliki pengalaman membikin serabi. Sebelumnya Tatmi juga tak menggemari jajanan itu.

Advertisement

Saat awal berjualan, tidak ada serabinya yang laku. Dia kemudian membikin jenis serabi kering. Satu per satu pembeli datang. Tatmi pun tak antikomplain. Dia justru menanti masukan dari para pembeli soal serabi bikinannya sesuai selera mereka.

Cara itu ternyata membuat Tatmi memiliki banyak pelanggan. Pembeli serabi bikinan Tatmi tak hanya dari Klaten. Dia punya pelanggan dari Sukoharjo, bahkan ada yang dari Jakarta dan Papua, yang selalu mampir setiap kali berkunjung ke Klaten.

Warung milik Tatmi buka saban hari mulai pukul 05.00 WIB hingga 07.00 WIB dan buka lagi sekitar pukul 11.00 WIB sampai serabinya habis.

Advertisement

Salah satu pembeli serabi di warung Tatmi, Margono, 60, mengaku kerap membeli serabi di warung Bu Tatmi setiap kali melintas di Karangdowo. Dia lebih menyukai jenis serabi yang gurih atau tanpa diberi juruh.

“Kalau di sini ada yang manis, ada yang gurih. Bisa jadi menu sarapan juga,” kata warga Desa Plosowangi, Kecamatan Cawas, Klaten, itu.

Advertisement
Suharsih - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif