by Gigih Windar Pratama - Espos.id Solopos - Kamis, 15 Desember 2022 - 21:54 WIB
Esposin, SOLO -- Desain logo baru Solo The Spirit Of Java karya Andrea Isa yang menenangi lomba yang digelar Pemkot Solo belum lama ini menuai pujian dari sejumlah kalangan. Meskipun demikian, ada juga kritik yang disampaikan terhadap logo karya warga Bandung, Jawa Barat, tersebut.
Kritik tersebut disampaikan tokoh masyarakat yang juga pemerhati budaya Solo, Bambang Ary Wibowo. Bambang menilai desain logo baru tersebut terkesan funky dan kurang tegas. "Font-nya miring, kesannya jadi funky," kata Bambang saat diwawancarai Esposin, Rabu (14/12/2022).
Menurut Bambang, gunungan pada logo baru Solo The Spirit of Java karya Andrea Isa posisinya miring. "Gunungan ora tau [tidak pernah] dipasang miring, mesti jejeg [tegak]. Justru kalau kita bicara Solo Spirit Of Java, maka yang harus dibenahi adalah filosofinya, makna dalam penjabarannya,” katanya.
Menanggapi kritikan tersebut, Andrea Isa menjelaskan adanya sudut pandang menarik dari sebuah desain. Selain itu, ia menawarkan sisi industri dari desain tersebut dengan menyesuaikan target yang ingin dijangkau melalui logo Solo The Spirit Of Java.
Baca Juga: Andrea Isa Ternyata Belum Pernah ke Solo saat Bikin Logo The Spirit of Java"Desain itu menurut saya adalah penanda sebuah zaman. Salah satu tujuan dari logo tentu adalah menyesuaikan generasinya. Indonesia hari ini didominasi Gen Z dan milenial yang diprediksi mendominasi pada 2035 menurut Badan Pusat Statistik [BPS]," jelas Andrea Isa saat diwawancarai Esposin melalui telepon, Kamis (15/12/2022).
Berangkat dari fakta tersebut, Andrea mengatakan setiap zaman, setiap generasi akan membawa pengaruh, preferensi visual, minat, kecenderungan yang berbeda.
Baca Juga: Desain Logo Baru Solo The Spirit Of Java Dikritik, Terkesan Funky & Tidak Tegas"Kota Solo yang kaya budaya, sisi konservatifnya, kami bawa dengan kemasan yang sesuai dengan generasi sekarang menjadi Solo yang kekinian, siap adaptif dan responsif dengan perubahan atau disrupsi zaman," jelas lulusan Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung ini.
Ia juga menganggap desain miliknya menjadi wujud strategi Kota Solo yang adaptif dan ingin menggaet segmen target di luar Kota Solo. "Ini juga jadi strategi citra kota yang bisa menyesuaikan dengan segmen atau targetnya. Yang tentu harus diperhitungkan di luar Kota Solo segmennya akan sangat heterogen," tegas Andrea.
Mengenai slogan Solo The Spirit Of Java, Andrea menilai masih sangat relevan dengan zaman. Namun, harus diberikan pendekatan yang lebih segar.
Baca Juga: Kata Pegiat Budaya soal Logo Baru Solo The Spirit Of Java: Anti Mainstream!"Untuk slogannya, menurut saya masih cukup relevan ya, jadi tetap selaras dengan yang sebelumnya, semacam warisan dari ruh branding sebelumnya, tetapi dengan pendekatan arah perancangan, mood, tone dan manner yang baru atau lebih segar," tutup Andrea.