by Candra Septian Bantara - Espos.id Solopos - Senin, 9 September 2024 - 21:42 WIB
Esposin, SOLO– Prosesi penabuhan dua gamelan, Kiai Guntur Madu dan Nyai Guntur Sari, yang menandai dimulainya rangkaian Grebeg Mulud Sekaten di halaman Masjid Agung Solo, Senin (9/9/2024), sempat diwarnai keributan di antara kerabat Keraton Solo.
Pantauan Esposin, keributan terjadi di sekitar Bangsal Pradonggo (Pagongan) sisi selatan, tempat Gamelan Kyai Guntur Madu ditabuh sekitar pukul 14.00 WIB. Setelah gemelan dibunyikan tiba-tiba seorang kerabat Keraton Solo, yakni suami GRAj Putri Purbaningrum, Kanjeng Raden Arya (KRA) Rizki Baruna Adiningrat, datang.
Namun ia diadang oleh seseorang yang tidak diketahui identitasnya dengan cara didorong dan dipegang lehernya. Hal itu membuat salah satu menantu Paku Buwono (PB) XIII itu ikut terpancing emosinya dan membalas mendorong salah satu abdi dalem Keraton di area pintu Pagongan.
Rizki saat itu mempertanyakan soal gamelan yang sudah mulai ditabuh saat dirinya dan rombongannya baru tiba di lokasi. Setelah itu situasi semakin memanas. Aksi saling dorong sempat terjadi. Bahkan sempat terlihat beberapa kali aksi saling pukul.
Rizki saat itu mempertanyakan soal gamelan yang sudah mulai ditabuh saat dirinya dan rombongannya baru tiba di lokasi. Setelah itu situasi semakin memanas. Aksi saling dorong sempat terjadi. Bahkan sempat terlihat beberapa kali aksi saling pukul.
Insiden ini membuat warga yang menyaksikan tabuhan gamelan sempat panik dan menepi dari area penabuhan gamelan. “Ee uwes-uwes [sudah, sudah],” teriak salah satu kerabat Keraton Solo yang berusaha melerai.
“Minggat ora, lunga kono! [Pergi enggak, pergi sana!]," teriak salah satu kerabat Keraton Solo kepada Rizki Baruna agar pergi dari area Masjid Agung.
Setelah situasi mereda, Rizki Baruna mengatakan agar jangan sampai mengubah adat. Dia mengklaim dialah yang mendapatkan perintah dari PB XIII untuk memerintahkan membunyikan gamelan Sekaten, bukan orang lain.
“Gini ya jangan sampai ngowahi adat, ini keputusan PB XIII, saya yang didhawuhkan: Kanjeng Raden Aryo Rizki Baruna Adiningrat,” ungkap dia sambil menunjukkan stopmap diduga berisi surat perintah untuknya dari PB XIII kepada awak media.
Salah satu kerabat Keraton Solo, KP Eddy Wirabhumi, menjelaskan keributan yang terjadi saat awal penabuhan gamelan Sekaten dipicu miskomunikasi dan salah paham.
"Jadi memang terjadi miskomunikasi. Saya dengar [dari speakernya Masjid Agung]. Setelah tatanan acara selesai itu yang diminta untuk mendhawuhi ngungelaken gangsa adalah Kanjeng Sinawung. Kanjeng Sinawung kemudian ndhawuhke," kata dia saat ditemui awak media seusai keributan mereda.
“Lalu ada yang protes [KRA Rizki Baruna Adiningrat]. Mungkin yang protes itu tidak tahu kalau dhawuhnya dari sana tadi Mas Sinawung,” tambah dia.
Sementara itu, Pangageng Parentah Keraton Solo, GPH Dipokusumo, menyebut insiden keributan itu terjadi karena faktor salah paham atau miskomunikasi.
"Kalau saya hanya karena SOP saja. Dhawuh dalem itu standarnya Mantu Dalem Kanjeng Raden Aryo Rizki Baruna Adiningrat, ya saya harus dhawuhkan beliau [Rizki]," ungkapnya.
Dipo, sapaannya, juga mengiyakan penunjukan Rizki oleh PB XIII untuk memerintahkan dimulainya penabuhan gamelan bertatus sah. “Nggih,” jawab dia saat ditanya wartawan tentang keabsahan penunjukan Rizki.
Ditanya penabuhan gamelan yang dimulai sebelum rombongan KRA Rizki tiba di lokasi, Gusti Dipo mengonfirmasi. "Memang terjadi begitu, tapi kan semua berdasarkan dhawuh dalem. Intinya nanti kita lihat zaman klakone wae," kata dia.