“Silakan saja kalau Pak Menteri bilang saya mbalelo atau menentang pemerintah soal penolakan kenaikan harga BBM. Karena pada dasarnya saya sebagai kepala daerah berusaha dan bekerja menjaga kondusivitas dengan menampung aspirasi masyarakat,” ujar dia Jumat (30/3/2012).
Menurut dia aspirasi tersebut ditampung dan kemudian disampaikan ke pemerintah pusat. Sebab pada dasarnya keputusan jadi atau tidaknya harga BBM naik ditentukan pemerintah pusat.
Wardoyo menyatakab dirinya yang terpilih sebagai Bupati Sukoharjo karena peran masyarakat. Karena itu, aspirasi mereka mengenai kekesalan atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM ditampungnya.
“Lha wong pemerintah sendiri yang bikin masalah dengan menaikkan harga BBM. Sekarang ini saja harga BBM belum pasti naik, semua sudah naik seperti Sembako,” tegasnya.
Dia mengakui dari data Pusat Penerangan (Puspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dilansir Kamis (29/3), nama Wardoyo Wijaya masuk di antara 21 kepala daerah yang menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Meski demikian, sikap ini tidak ditunjukkan secara terbuka melalui aksi demonstrasi. "Awalnya memang saya siap turun ke jalan. Tapi setelah DPP (PDIP) melarang, saya tertib. Tapi secara sikap tetap menolak," lanjutnya.
Dia mengakui, penolakan terhadap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi bukan hanya sikap pribadi. Sebab warga Sukoharjo juga menyatakan keberatannya terkait rencana tersebut.
Sebagai Bupati, papar dia, dirinya juga merasakan dampak situasi akhir-akhir ini. Karena itu dia ikut menyampaikan aspirasi. Perkara diterima atau tidak hal itu dinilai kewenangan pemerintah pusat.
Bupati menjelaskan ancaman Mendagri yang akan memberi sanksi kepada kepala daerah yang menolak rencana kenaikan BBM bersubsidi tidak membuatnya keder. Apalagi, sebagai kepala daerah, dirinya dipilih langsung oleh masyarakat. Bahkan menurutnya, penolakan terhadap rencana itu sah karena belum dilegalkan dalam bentuk undang-undang.