by Wahyu Prakoso - Espos.id Solopos - Kamis, 2 Desember 2021 - 17:07 WIB
Esposin, WONOGIRI—Produksi kakao di Kabupaten Wonogiri meningkat dari 392 ton pada 2019 menjadi 402 ton pada 2020. Salah satu faktor pemicu kenaikan itu adalah periode hujan yang relatif panjang sehingga kebutuhan air terpenuhi.
Kepala Seksi Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Wonogiri, Parno, mengatakan jumlah produksi kakao rata-rata 465 kilogram per hektare atau sekitar 402 ton dari total lahan yang ditanam pohon kakao produktif pada 2020. Ada sekitar 866 hektare tanaman kakao produktif dan 296 hektare belum produksi atau tahap penanaman di Wonogiri.
Data tersebut menunjukkan ada peningkatan produksi kakao. Berdasarkan Kabupaten Wonogiri dalam Angka 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik Wonogiri, produksi tanaman perkebunan kakao 390 ton pada 2018 meningkat menjadi 392 ton pada 2019.
Baca Juga: 2 Hari Keluar Penjara, Warga Boyolali Kuras Rumah Guru di Jatinom
Baca Juga: 2 Hari Keluar Penjara, Warga Boyolali Kuras Rumah Guru di Jatinom
“Cuaca mendukung karena kemarau tidak panjang membuat banyak bunga-bunga menjadi buah,” kata dia kepada Esposin, Kamis (2/12/2021).
Parno mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga membantu petani untuk mengatasi hama buah kakao melalui penyuluhan dan perlengkapan. Pemerintah berupaya mendorong petani untuk merawat tanaman dengan memangkas dahan/daun untuk meningkatkan produksi.
Baca Juga: Ada PPKM Level 3, Disdikbud Boyolali Berencana Geser Libur Sekolah
Menurut dia, produksi tahun ini diprediksi tidak jauh berbeda dengan jumlah produksi tahun lalu sebab kondisi cuaca hampir sama. Namun, untuk meningkatkan produktivitas dihadapkan pada tantangan pohon kakao yang sudah tua.
Dia mengatakan pohon kakao produktif berusia lima sampai 15 tahun. Setelah itu kulit pohon akan berjamur sehingga buah kakao tidak maksimal. Sebagian petani mulai melakukan pembibitan untuk peremajaan di Wonogiri.
“Kalau pemasaran selama ini kepada tengkulak ke Surabaya. Seharusnya kakao difermentasi lalu dijual namun bagi petani kurang meminati. Produksinya pertama males fermentasi karena harga fermentasi dan harga bukan fermentasi ditingkat pedagang sama. Petani itu jemur laku jual,” jelasnya.
Baca Juga: Akademisi, Birokrat, & Pengusaha Bahas Model Ketahanan Pangan di FP UNS
Kepala Desa Giriwarno, Purwanto, mengatakan ada 100-an orang petani kakao di desanya. Tantangan produksi petani dihadapkan pada kondisi pohon kakao yang butuh peremajaan namun sebagian petani mulai melakukan peremajaan pohon.