by Ivan Andimuhtarom Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Sabtu, 10 Februari 2018 - 17:15 WIB
Esposin, SOLO—Pemeliharaan jalan adalah tanggung jawab pemerintah. Kecelakaan yang terjadi karena kerusakan jalan akibat kelalaian pemerintah memungkinkan korban mengajukan tuntutan hukum.
Ketua Peradi Solo, M. Badrus Zaman, mengatakan dasar utama pengelolaan jalan tercantum dalam UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pada Pasal 24 ayat (1) UU tersebut disebutkan
“Penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas,” tuturnya, kepada Esposin, Jumat (10/2/2018).
“Penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas,” tuturnya, kepada Esposin, Jumat (10/2/2018).
Penyelenggara jalan dalam pasal itu adalah pemerintah. Pada ayat (2) pada pasal yang sama disebutkan, dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
“Memang perbaikan jalan menjadi kewajiban pemerintah,” ujarnya. (baca: Hujan Deras, “Jeglongan” Jalan Rusak Soloraya Parah Banget)
“Kalau lukanya berat, pelaku bisa dipidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp24 juta. Sedangkan kalau korban sampai meninggal dunia, pelaku bisa dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp120 juta,” terang pengacara senior Solo itu.
Bahkan, jika pemerintah abai pada rambu peringatan pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki juga bisa dipidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp1,5 juta. Badrus mengatakan korban juga bisa mengajukan tuntutan hukum atas kelalaian masyarakat tersebut.
“Menurut saya, masyarakat punya hak melakukan gugatan. Gugatan bisa berupa class action atau legal standing, semuanya bisa. Kami siap membantu jika keluarga korban meminta bantuan kepada kami,” katanya.
Ia mengakui hingga kini belum ada contoh kasus gugatan korban kecelakaan kepada pemerintah. Namun, menurutnya hal itu perlu dicoba karena ada peluang dari masyarakat. Tanpa mencoba, masyarakat tak akan pernah tahu hasilnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan pengelolaan dan pemeliharaan jalan kadang dikerjakan pihak ketiga. Mereka juga bisa dimintai pertanggungjawabannya jika terjadi kecelakaan seperti di pertigaan Faroka.
“Saya lihat lubang di sana sudah ada sejak dua pekan lalu,” terangnya.
Kalau pemerintah menyatakan perbaikan jalan sudah ditenderkan ke pihak ketiga, mereka masih punya kewajiban mengontrol kinerja rekanan. Bagaimana pun, pengguna anggaran adalah pemerintah sehingga segala bentuk kecelakaan bisa diartikan sebagai kelalaian pemerintah.
“Dananya kan sudah ada. Harusnya jalan itu baik terus,” ujarnya.