by Muh Khodiq Duhri - Espos.id Solopos - Rabu, 17 Februari 2021 - 22:07 WIB
Esposin, SRAGEN — Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Sragen memastikan Jembatan Kedungwaduk yang ambyar setelah diterjang banjir pada Minggu (14/2/2021) lalu akan dibangun pada 2022.
Kepala Bidang Bina Marga, DPUPR Sragen, Albert Pramono Soesanto, pada tahun ini Pemkab Sragen telah mengalokasikan anggaran senilai Rp100 juta untuk menyusun detail engineering design (DED) terkait pembangunan Jembatan Kedungwaduk.
Baca Juga: Dari Rp200-An Miliar, PAD Solo Naik Jadi Rp550-An Miliar Selama Kepemimpinan Rudy-Purnomo
Terkait berapa besar anggaran yang dibutuhkan untuk membangun jembatan itu, kata Albert, baru bisa diketahui setelah DED jadi.
“Karena jembatan itu kerap dilanda banjir, kami ingin jembatan itu ditinggikan. Jembatan akan dibangun lebih proporsional sesuai dengan fungsi jembatan. Jembatan harus lebih tinggi dari muka air saat terjadi banjir,” terang Albert saat ditemui Esposin di kantornya, Rabu (17/2/2021).
Selama proses pembangunan jembatan berlangsung, akses jalan akan ditutup. Namun, tidak menutup kemungkinan DPUPR membuatkan akses darurat yang bisa dilintasi kendaraan roda dua.
Baca Juga: Diterjang Hujan Angin, Sejumlah Pohon di Sukoharjo Tumbang Tutupi Jalan
Jembatan Kedung Waduk yang menghubungkan Dukuh Kedungwaduk dengan Dukuh Kedungringin, Desa Kedungwaduk, Kecamatan Karangmalang, Sragen, ambyar setelah diterjang banjir pada Minggu sore.
Pantauan Esposin, Senin (15/2/2021), sisa-sisa banjir masih terlihat jelas di sekitar lokasi. Sampah masih berserakan di area persawahan yang berada di tepi Sungai Mungkung itu. Sampah kayu, bambu, plastik dan lain-lain juga menumpuk di lorong bawah jembatan. Kerusakan terlihat pada pagar jembatan.
Baca Juga: Chikungunya Merebak di Karanganyar, Cepat Menular Meski Tidak Ada Kasus Kematian
Sebagian pagar besi jembatan di sisi barat sudah hilang terbawa arus sungai. Sementara sebagian pagar besi di sisi timur sudah koyak dan patah di beberapa bagian. Kerusakan pada pagar jembatan itu terjadi karena berbenturan dengan material kayu dan bambu yang terserat arus sungai.