by Chrisna Chaniscara - Espos.id Solopos - Kamis, 30 September 2021 - 19:36 WIB
Esposin, SOLO -- Puluhan mahasiwa berkumpul dan menggelar aksi di Boulevard Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo, Kamis (30/9/2021). Aksi itu untuk mengingatkan mengenai peristiwa September Hitam yang hingga kini belum terselesaikan.
Salah satunya tragedi Salim Kancil. “Nyawa tidak bisa diganti dengan aspal, nyawa tidak bisa diganti dengan bangunan," seru seorang pemuda beratribut serbahitam yang melakukan orasi di depan puluhan mahasiswa lainnya sore itu.
Orasinya merujuk pada deretan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di bulan September, salah satunya tragedi Salim Kancil. Salim Kancil meninggal pada 26 September 2015 setelah menolak tambang pasir di daerahnya, Lumajang.
Baca Juga: Dibolehkan Poligami, Ini Tanggapan Kader PKS Solo
Baca Juga: Dibolehkan Poligami, Ini Tanggapan Kader PKS Solo
Sebelum meninggal, beragam ancaman sempat didapat Salim dari kelompok preman yang dibentuk Kepala Desa Selok Awar-awar, tempat tinggal Salim. Kepala desa tersebut akhirnya dihukum setelah terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana kepada Salim.
“HAM dan kebebasan berpendapat masih menjadi isu krusial di bangsa ini,” ujar Alwan, sang orator saat wawancara dengan Esposin di sela aksi mahasiswa UNS Solo itu.
Baca Juga: 9 Bulan Setelah Pilkada Solo 2020, Apa Kabar Bagyo Penantang Gibran?
Pembunuhan aktivis HAM Munir pada 2004 hingga kebrutalan aparat dalam aksi Reformasi Dikorupsi pada 2019 juga terjadi pada bulan itu. Terbaru, sebanyak 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berdedikasi resmi dipecat dari KPK melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dianggap cacat procedural dan HAM.
“Ketika mereka dipecat karena dituduh radikal, Polri kini justru menawari mereka sebagai ASN. Ini kan lucu,” ujar Alwan yang juga mahasiswa FKIP UNS.
Baca Juga: Langgar Lalin di Manahan Solo, 10 Orang Tak Didenda Malah Dapat Vaksin
Peserta aksi lain, M Nurul, mengatakan aksi mahasiswa UNS Solo itu merupakan gerakan spontan menyikapi banyak kasus HAM yang belum diselesaikan.
Mahasiswa, imbuhnya, memakai momen bulan September sebagai pengingat bagi pemerintah agar segera menghadirkan keadilan bagi masyarakat dan korban pelanggaran HAM.
“Kami berterima kasih pada Pak Jokowi [Presiden RI] yang berjanji untuk menuntaskan masalah itu. Harapannya korban benar-benar bisa mendapatkan keadilan," ujar Nurul.