Langganan

Gayeng! Tradisi Sadranan di Lereng Merapi Boyolali, Ramainya Melebihi Lebaran - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Nimatul Faizah  - Espos.id Solopos  -  Kamis, 9 Maret 2023 - 11:58 WIB

ESPOS.ID - Warga menyunggi tenongan menuju Makam Puroloyo, Dukuh Tunggulsari, Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo, Boyolali, untuk tradisi Sadranan jelang Ramadan, Kamis (9/3/2023) pagi. (Solopos/Ni’matul Faizah)

Esposin, BOYOLALI -- Warga lereng Gunung Merapi wilayah Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo, Boyolali, memiliki cara unik merayakan tradisi Sadranan jelang Ramadan. Ratusan warga berduyun-duyun menyunggi tenongan berdiameter 80 cm di kepala menuju Makam Puroloyo di desa setempat, Kamis (9/3/2023) pagi.

Mereka kemudian menaruh tenongan tersebut berjejer di Joglo Puroloyo, Joglo Paseban, dan sekitar makam. Kemudian, mereka duduk di sekitar tenong. Acara dilanjutkan dengan pengajian, zikir tahlil, dan doa oleh sesepuh desa.

Advertisement

Seusai berdoa, suasana berubah heboh karena warga, baik orang dewasa dan anak-anak, langsung berebut makanan. Mereka ternyata sudah menyiapkan plastik untuk saling mengambil makanan.

Salah satu warga, Harjoko, 40, mengaku saling berebut makanan pada acara Sadranan di lereng Merapi, Boyolali, itu telah ada sejak ia masih kecil. Hal tersebut dipercaya sebagai wujud kerukunan, sedekah, dan saling memberi.

Advertisement

Salah satu warga, Harjoko, 40, mengaku saling berebut makanan pada acara Sadranan di lereng Merapi, Boyolali, itu telah ada sejak ia masih kecil. Hal tersebut dipercaya sebagai wujud kerukunan, sedekah, dan saling memberi.

"Dipercaya juga makanan tersebut membawa berkah karena sudah didoakan bersama-sama," ujarnya saat berbincang dengan Esposin di sela-sela acara.

Ia mengungkapkan tradisi sadranan di Makam Puroloyo tersebut dihadiri warga dari tiga desa yaitu Sukabumi, Mliwis, dan Cepogo. Harjoko sendiri merupakan warga Mliwis.

Advertisement

Ia menilai tradisi Sadranan justru lebih ramai dibandingkan saat Lebaran karena keluarga dan kerabat yang jauh pun berdatangan untuk bersilaturahmi.

Sementara itu, salah satu warga asli Desa Sukabumi yang telah menetap di Jakarta, Wahyu Setyowati, 52, mengaku telah merantau ke Ibu Kota sejak 1990.

Selama tiga tahun ini tak bisa pulang ke kampung halaman untuk mengikuti sadranan dan ziarah ke makam keluarganya di lereng Merapi, Boyolali.

Advertisement

“Kemarin kan pandemi enggak bisa balik, biasanya pas Sadranan kalau dapat cuti ya balik. Baru ini dapat cuti, akhirnya bisa balik untuk berdoa ke makam bapak dan membersihkannya,” jelasnya.

Ia mengaku berangkat dari Jakarta pada Rabu (8/3/2023) sore, dan setiba di Sukabumi tak langsung menuju rumahnya tapi ke makam. “Soalnya takut telat, jadi ke makam dulu sama keluarga. Sekalian lihat tradisi ini, nostalgia rebutan makanan,” jelasnya.

Sementara itu, sesepuh desa setempat, KH Maskuri, mengungkapkan tradisi Sadranan bertujuan mendoakan arwah leluhur. Ia mengatakan Sadranan dikhususkan untuk mengenang jasa para orang tua, mendoakan, peninggalan orang tua disedekahkan, dan silaturahmi antarkeluarga.

Advertisement

Bahkan, keluarga yang merantau di luar kota datang untuk berziarah saat tradisi sadranan di desa lereng Merapi, Boyolali, itu. Setelah ziarah mereka mampir ke rumah saudara-saudara yang masih menetap di kampung.

“Ada yang dari jauh punya istri dan keluarga. Lama-lama enggak hanya saudara, tapi teman sekolah, teman kerja, yang enggak kenal ikut yang kenal, ikut semua lain juga ikut, akhirnya menjadi sadranan yang open house seperti ini,” kata dia.

Advertisement
Suharsih - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif