Langganan

Gara-Gara Pandemi Covid-19, Seniman Tunanetra di Klaten Ngamen di Jalan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Ponco Suseno  - Espos.id Solopos  -  Minggu, 6 Juni 2021 - 21:15 WIB

ESPOS.ID - Sartono, 58, seniman tunanetra pembikin patung dari kertas bekas di Kampung Sekalekan, Kelurahan Klaten, Kecamatan Klaten Tengah, Kabupaten Klaten, Sabtu (5/6/2021). Lantaran diterpa kesulitan ekonomi menyusul tak adanya orang yang berpesan dibikinkan patung, Sartono harus turun ke jalan menjadi seorang pengamen. (Solopos/Ponco Suseno)

Esposin, KLATEN - Sartono, 58, seniman tunanetra pembikin patung dari kertas bekas di Kampung Sekalekan, Kelurahan Klaten, Kecamatan Klaten Tengah, Kabupaten Klaten mengaku sangat terpukul sejak munculnya pandemi Covid-19.

Lantaran diterpa kesulitan ekonomi menyusul tak adanya orang yang berpesan dibikinkan patung, Sartono harus turun ke jalan sebagai seorang pengamen di pinggir Jl. Pemuda Klaten, setiap malam.

Advertisement

Sartono dikenal sebagai seniman tunanetra di Klaten sejak beberapa dekade terakhir. Hal yang sering membikin takjub banyak orang, Sartono yang merupakan seorang tunanetra itu mampu membikin patung hanya dengan meraba objek yang akan dibikinnya atau pun hanya mengandalkan imajinasinya sebagai seorang seniman.

Baca Juga: Pasukan Penebalan Satgas Covid-19 Diapelkan di Blora

Advertisement

Baca Juga: Pasukan Penebalan Satgas Covid-19 Diapelkan di Blora

Bahan baku yang biasa dibutuhkan Sartono saat membuat patung, yakni kertas bekas. Hal itu seperti kertas bekas semen, kertas koran, kertas dumpling. Bahan lainnya berupa bambu dan lem tepung kanji.

Seluruh proses pembuatan patung dikerjakan sendiri. Khusus pengecatan, Sartono masih perlu membutuhkan bantuan orang lain. Hasil karya Sartono biasanya dijual di pasaran mulai Rp10.000-Rp250.000 per patung. Hal itu tergantung dari besar dan kecilnya patung.

Advertisement

Hasil karya Sartono sudah sampai ke Bali dan berbagai daerah di Klaten. Bahkan di tahun 2006, terdapat wisatawan asing asal Jepang yang sebenarnya ingin membeli hasil karyanya. Sayangnya, Sartono dengan warga Jepang itu sempat terkendala komunikasi/bahasa. Sehingga, warga Jepang hanya memberikan uang kepada Sartono senilai Rp100.000.

"Saat belajar membikin patung, semuanya kendala bagi saya. Mulai dari membuat anatomi dan lainnya. Bagi saya, kendala itu tantangan yang harus dihadapi," katanya.

Di tengah pandemi Covid-19, Sartono pun terpaksa harus menelan pil pahit. Dirinya tak dapat berkarya secara optimal karena tidak adanya orang yang memesan hasil karyanya. Sepanjang pandemi Covid-19, Sartono sama sekali tak melayani pembelian patung.

Advertisement

Hal itu mengakibatkan kondisi perekonomian keluarganya kian terpuruk. Sartono saat ini tinggal bersama seorang istri yang menjadi pembantu rumah tangga dan seorang anak yang juga mengalami keterbelakangan mental.

"Guna memenuhi kebutuhan ekonomi, akhirnya saya harus keluar setiap malam, mulai habis Salat Isya hingga pukul 21.00 WIB. Saya mengamen bersama istri di pinggir jalan sini (Jl. Pemuda Klaten). Hasil mengamen itu tidak tentu. Pernah juga, saya hanya memperoleh uang Rp10.000. Saya berharap, pandemi Covid-19 segera berakhir agar saya bisa berkarya lagi. Ada yang membeli karya saya lagi," katanya.

Baca Juga: Ketenger Banyumas Suguhkan Pemandangan Perdesaan Swiss

Advertisement

Sartono mengatakan kali terakhir karya patung yang dibikinnya di tengah pandemi Covid-19, yakni patung seorang tentara Angkatan Darat (AD). Hal itu dilakukan karena Sartono diam-diam menaruh rasa hormat terhadap tetangganya yang menjadi seorang tentara hingga berpangkat Mayjen.

"Saya punya tetangga. Namanya Pak Topik. Saya salut dengan beliau. Orangnya itu tidak menonjolkan diri. Makanya, saya bikin patung tentara ini. Saya bikin habis Lebaran kemarin [masih diselesaikan hingga saat ini]. Saya bikin patung ini karena saya kagum dengan tetangga saya tadi. Saya pun sebenarnya tak tahu seperti apa tetangga saya itu [kondisi fisik]. Tapi, saat kecil dulu, saya pernah mainan patung seorang tentara. Kira-kira gambarannya pake helm dan bawa senjata. Maka, saya bikin sesuai ingatan saya sejak kecil itu," katanya.

Advertisement
Ahmad Baihaqi - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif