by Muh Khodiq Duhri - Espos.id Solopos - Selasa, 13 April 2021 - 11:00 WIB
Esposin, SRAGEN -- Kawasan wisata Sangiran ternyata tak hanya memiliki aneka koleksi fosil manusia purba di Museum Sangiran, melainkan juga kuliner khas.
Berawal dari dikukuhkannya Museum Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 1996, terbangun kesadaran warga setempat untuk menggali lagi potensi wisata pendukungnya.
Kawasan wisata yang masuk wilayah koordinatif Badan Otorita Borobudur (BOB) ini bisa menjadi pilihan Anda yang ingin berwisata edukasi sekaligus kulineran. Apalagi, akses ke Sangiran kini kian mudah dengan adanya aglomerasi angkutan di Jawa Tengah (Jateng) pada September 2020.
Baca juga: Beroperasi Normal, Ini Layanan dan Aturan KRL Jogja-Solo Selama Ramadan
Kawasan wisata Sangiran menjadi salah satu tujuan tim Ekspedisi KRL Solo-Jogja yang sudah dilaksanakan Kamis-Sabtu (8-10/4/2021). Ekspedisi yang digelar Solopos Group bareng BOB, PT KAI Commuter (KCI), dan Perum Perumnas ini memotret seperti apa potensi ekonomi dan wisata di sepanjang rel Solo-Jogja.
Kawasan wisata Sangiran memang tak berada dekat dengan rel Solo-Jogja. Namun, ada moda transportasi yang baru membuat destinasi yang masuk wilayah Kabupaten Sragen ini terhubung dengan rel.
Jika Anda turun dari KRL di Stasiun Balapan, Anda hanya perlu berjalan ke Terminal Tirtonadi lalu naik bus Trans Jateng menuju Sangiran. Praktis kan! Apa saja yang bisa dinikmati di Sangiran selain Museum?
Baca juga: Jambu Madu Adib Jadi Rintisan Agrowisata Desa Gembyungan Kabupaten Blora
Saat itu belum ada ikon kuliner yang khas dari Sangiran yang bisa menjadi daya tarik dan membekas dalam ingatan wisatawan. Alih-alih menyajikan kuliner khas, oleh penjaja warung makan di sekitar Museum Purbakala Sangiran, para pengunjung hanya disodori mi instan atau mi gelasan saat perut mereka keroncongan.
Kini ada makanan yang diproyeksikan sebagai ikon kuliner khas Sangiran. Kuliner itu adalah makanan berbahan dasar bukur atau kerang sungai.
Baca juga: Dua Kali Gagal Dalam Penggeledahan, Ada Apa Dengan KPK?
Kuliner Sangiran berbahan dasar bukur ini sebetulnya sudah lama dikonsumsi warga sekitar. Biasanya, bukur dimasak jadi asem-asem, jadi botok, hingga digoreng kering dengan tepung ala kentucky.
Di Desa Krililan, ada sejumlah warga yang bekerja mencari bukur di dasar Sungai Cemoro. Dari segi rasa, bukur hampir sama dengan kerang laut, namun berukuran lebih kecil.
Salah satu masalah yang dihadapi untuk mengembangkan bukur sebagai ikon kuliner khas Sangiran adalah stoknya terbatas sepanjang tahun.
Baca juga: Tanpa Minum! Ini 4 Cara Mengatasi Cegukan Saat Puasa
Nama lain dari sega plontang adalah sega takir. Keunikan dari kuliner ini terletak pada wadahnya yang terbuat dari daun pisang yang dipadu dengan janur kuning.
Takir sendiri merupakan sebutan untuk wadah makanan yang terbuat dari daun pisang. Berbeda dengan pincuk yang dibuat dengan bentuk mengerucut, takir berbentuk segi empat.
Baca juga: Diduga Habis Pesta Miras, Remaja Sukoharjo Kalap di Sungai Bengawan Solo
Di kedua ujung lipatan biasa diberi sematan lidi agar lebih kuat dipakai untuk menampung makanan. Untuk menambah kesan estetis, takir itu diberi hiasan janur kuning melingkar.
Di wadah itu terdapat aneka macam makanan mulai dari nasi uduk atau nasi gurih, suwiran ayam, kedelai hitam yang digoreng, ikan wader, peyek kacang tanah dan kerupuk.
Namun, sega plontang saat ini relatif sulit didapatkan karena tidak dijual di warung manapun. Kuliner khas Sangiran ini hanya ada pada momen-momen tertentu seperti saat ada upacara adat di desa-desa.
Baca juga: Pemkab Kudus Wajibkan Guru Divaksin Sebelum Pembelajaran Tatap Muka
Sega plontang biasa dipakai masyarakat Sragen untuk menjamu tamu pada acara bancaan, sedekah setelah ada yang melahirkan, meninggal dunia atau mau melangsungkan pernikahan dan lain-lain.
Selain menu olahan bukur dan sega plontang, masih ada kuliner produk UMKM di Sangiran antara lain balung kethek, keripik pisang, kacang kreweng, dan lain-lain.
“Ada pula legondo, kuliner tradisional yang dibungkus blarak atau daun kelapa,” ucap Sekretaris Desa Krikilan, Aries Rustioko, kepada Esposin, awal April 2021.