Langganan

Buku KIA Mestinya Melekat pada Ibu Hamil - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Tri Rahayu  - Espos.id Solopos  -  Jumat, 2 April 2021 - 01:30 WIB

ESPOS.ID - Puluhan bidan desa dari tujuh kecamatan mengikuti acara bedah buku KIA di Aula Sambiloto DKK Sragen, Senin (22/3/2021). (Solopos.com-Tri Rahayu)

Esposin, SRAGEN — Para ibu hamil alias bumil ke mana-mana harus membawa buku kesehatan ibu dan anak supaya perkembangan masa kehamilan dan perkembangan anak bisa terpantau bidan dan dokter. Buku KIA itu mestinya menjadi kompas atas pedoman setiap bumil.

Hasil survei kesehatan nasional (surkesnas) 2018, ada penurunan jumlah bumil yang pegang buku KIA dari 81,5% menjadi 60,5%. Sekarang persentase angka itu mestinya sudah naik. Penjelasan itu disampaikan Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen Suyadi saat membuka pertemuan bidan terkait dengan sosialisasi Buku Kesehatan Ibu dan Anak edisi Revisi 2020 di Aula Sambiloto DKK Sragen, Senin (22/3/2021).

Advertisement

Suyadi mengatakan buku KIA itu diterbitkan setiap lima tahun sekali menyesuaikan dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Survei itu dilakukan di 2018 sebagai sarana evaluasi.

Baca Juga: Cek Fakta! Benarkah Karantina Bukan Bisnis?

“Kondisi sekarang mestinya sudah naik karena setiap bumil wajib pegang buku KIA. Untuk survei buku bayi justru naik dari 53,5% menjadi 65,9%. Mulai sekarang setiap ibu hamil ke mana-mana harus membawa buku KIA. Ketika kontrol kesehatan ke dokter pun harus bawa supaya bisa diketahui perkembangan bumil,” ujarnya dihadapan puluhan bidan dari tujuh kecamatan di Sragen.

Advertisement

Di sisi lain, bidan menjadi ujung tombak pelayanan ibu dan anak serta memastikan buku KIA sampai ke tangan bumil Dia mengatakan buku KIA ini merupakan data dasar rekaman bumil. Dia menyebut buku KIA ini menjadi semacan global positioning system (GPS) untuk bumil sampai anak.

2 Sisi Buku KIA

Ada dua sisi dari buku KIA itu, yakni bagian depan catatan untuk bumil dan belakangnya catatan untuk bayi/balita. “Seperti bumil pada semeseter pertama harus bertemu bidan dan dokter. Nanti untuk semester ketiga juga juga bertemu bidan dan dokter sekaligus menentukan rencana persalinan. Jadi bidan rutin berkomunikasi dengan bumil,” katanya.

Suyadi juga memastikan setiap bidan wajib mengikuti pelatihan manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Dia mengatakan pelatihan MTBS itu dilakukan untuk mengurangi angka kematian bayi/balita (AKB) dan angka kematian ibu (AKI).

Baca Juga: Terampil Bungkus Kado Bisa Jadi Peluang Bisnis

Advertisement

Dengan pelatihan itu, Suyadi berharap bidan mampu menguasai program kesehatan ibu dan anak, program keluarga berencana, pencegahan stunting, dan seterusnya. Semua informasi itu, ujar dia, betul-betul disampaikan kepada masyarakat lewat posyandu.

Sementara Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Sragen Damai Tatag Prabawanto berpesan bidan menjadi garda terdepan di masing-masing daerah dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dia meminta antarbidan bisa koordinasi atau sharing. Dia menyatakan sekecil apa pun permasalahan yang muncul segera teratasi.

“IBI titip supaya bidan bisa bertugas dengan cara cermati, teliti, dan ambil keputusan yang tepat. Ada empat kata untuk bidan, yakni turunkan AKI dan AKB,” ujarnya.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Advertisement
Rahmat Wibisono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif