by Muhammad Diky Praditia - Espos.id Solopos - Senin, 22 Januari 2024 - 20:18 WIB
Esposin, WONOGIRI -- Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Wonogiri, Chozinuddin Holil, menjelaskan pajak hiburan yang naik jadi 40% belum diterapkan saat ini karena masih menunggu petunjuk teknis (juknis).
Penjelasan itu disampaikan Chozinuddin Holil saat dihubungi Esposin melalui aplikasi perpesanan, Senin (22/1/2024). Ia mengatakan kebijakan pengenaan tarif pajak jasa hiburan sebesar 40% itu sudah diatur dalam Perda yang merupakan aturan turunan dari UU No 1/2022.
“Itu sudah ditetapkan di Perda [No 8/2023],” kata dia. Hal senada disampaikan Kepala Bidang Pendaftaran dan Penetaan BPKD Wonogiri, Agus Budiyanto, menambahkan meski sudah ditetapkan dalam Perda, kebijakan tarif pajak hiburan sebesar 40% itu belum diterapkan saat ini.
Hal itu lantaran petunjuk teknis (juknis) penerapan perda tersebut masih dalam tahap pembahasan. Dia belum bisa memastikan kapan kebijakan penaikan tarif pajak hiburan 40% di Wonogiri bisa diaplikasikan.
Hal itu lantaran petunjuk teknis (juknis) penerapan perda tersebut masih dalam tahap pembahasan. Dia belum bisa memastikan kapan kebijakan penaikan tarif pajak hiburan 40% di Wonogiri bisa diaplikasikan.
”Saat ini kebijakan itu belum ditetapkan. Ini masih proses pembahasan petunjuk teknisnya. Penerapannya menunggu itu dulu,” kata Agus.
Sementara itu, informasi yang dihimpun Esposin, dalam Perda No 8/2023 dijelaskan sebenarnya Bupati bisa memberikan insentif fiskal atas permohonan wajib pajak. Insentif fiskal tersebut bisa berupa pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak.
Mereka mengaku keberatan dengan kebijakan penaikan tarif pajak hiburan menjadi 40%. Kebijakan itu dinilai tak masuk akal, tidak adil, dan merugikan pengusaha. Hal itu disebut akan berdampak pada penurunan investasi sektor hiburan di Wonogiri.
Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku per Januari 2024, salah satu pasalnya mengatur tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang di dalamnya terdapat jasa kesenian dan hiburan.
Dari 12 kelompok jasa dan hiburan, 11 di antaranya dikenakan pajak maksimal sebesar 10%. Sedangkan satu kelompok lain, yaitu diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa dikenakan pajak 40%-75%.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri telah membuat Peraturan Daerah atau Perda Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai respons terhadap UU tersebut. Dalam Perda Wonogiri tersebut ditetapkan tarif pajak hiburan diskotek, kelab malam, spa, karaoke, dan bar sebesar 40%.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Wonogiri, Imam Santoso, mengatakan kebijakan baru itu akan sangat memberatkan pelaku usaha hiburan karaoke, bar, dan lainnya di Wonogiri. Sebab kenaikan tarif pajak itu mencapai 100%. Dia menilai biaya operasional usaha jasa hiburan karaoke dan sejenisnya sama sekali tidak murah.
Dia mencontohkan untuk usaha karaoke, pengusaha setidaknya harus membayar royalti hak cipta lagu yang mencapai jutaan rupiah. Konsumsi listrik untuk usaha tersebut juga sangat besar. Belum lagi membayar gaji karyawan.
“Saya pribadi keberatan dengan kenaikan tarif pajak itu. Kami pengusaha itu cari uang. Tetapi kalau begini jadinya malah rugi. Bayangkan saja kami bekerja malah rugi, padahal investasinya besar,” kata Imam saat dihubungi Esposin, Senin (22/1/2024).
Salah satu pengusaha jasa karaoke di Wonogiri, Wawan, menyampaikan hal senada. Menurut dia, tarif pajak hiburan sebesar 40% tidak logis dan sama sekali tidak adil bagi pengusaha. Apalagi kondisi usaha hiburan karaoke dan sejenisnya di Wonogiri berbeda dengan daerah lain seperti Sukoharjo atau Solo.
“Kalau tarif pajak sampai 40%, itu namanya bukan pajak, tapi bagi hasil. Ini tidak masuk akal. Apalagi tarif pajak itu diambil dari 40% keuntungan kotor. Nanti belum lagi kami dikenakan pajak penghasilan. Kami harap kebijakan itu ditinjau ulang, ditunda dulu untuk diterapkan,” kata Wawan.