by Muhammad Diky Praditia - Espos.id Solopos - Jumat, 6 September 2024 - 21:34 WIB
Esposin, WONOGIRI — Tingkat penjualan elpiji nonsubsidi (ukuran 5,5 kg dan 12 kg) di sejumlah pangkalan gas Kabupaten Wonogiri melonjak dalam beberapa waktu terakhir. Diduga banyak warga masyarakat yang beralih ke elpiji nonsubsidi karena sulit mendapatkan elpiji bersubsidi 3 kg.
Sebagai informasi, permintaan elpiji 3 kg atau gas melon belakangan juga meningkat. Pemilik salah satu pangkalan gas di Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Widiyanto, mengatakan permintaan gas melon meningkat dalam beberapa pekan terakhir ini.
Ia mengaku sampai kewalahan memenuhi permintaan warga. Sebanyak 50 tabung gas melon ludes dalam waktu kurang dari sehari di pangkalannya. Sebelum pangkalan buka saat pagi, banyak warga yang sudah mengantre membeli elpiji bersubsidi itu.
Tak sedikit warga yang tak kebagiana gas melon saat membeli di pangkalan. Kondisi ini memengaruhi tingkat penjualan elpiji nonsubsidi. Menurut Widiyanto, mulai banyak warga yang membeli elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kg dan 12 kg sebagai alternatif gas melon yang sulit didapatkan karena permintaan melonjak.
Tak sedikit warga yang tak kebagiana gas melon saat membeli di pangkalan. Kondisi ini memengaruhi tingkat penjualan elpiji nonsubsidi. Menurut Widiyanto, mulai banyak warga yang membeli elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kg dan 12 kg sebagai alternatif gas melon yang sulit didapatkan karena permintaan melonjak.
Dia menjelaskan pangkalan mendapat kuota elpiji nonsubsidi masing-masing 50 tabung untuk ukuran 5,5 kg dan 12 kg. Kuota tersebut biasanya baru habis setelah sepekan. Namun sekarang, dua jenis elpiji nonsubsidi itu ludes dalam dua hari dengan jumlah masing-masing 50 tabung.
”Meningkatnya 100%. Mereka yang memang mampu beli gas nonsubsidi, jadi beli itu. Tingkat penjualan elpiji nonsubsidi ini melonjak. Saya juga jadi kewalahan, padahal kuotanya sudah ditambah,” kata Widiyanto saat ditemui Esposin di pangkalannya, Jumat.
Di sisi lain, hal ini mendorong warga yang memang kalangan kelas menengah untuk menggunakan elpiji nonsubsidi. Menurutnya, selama ini masih ada sejumlah warga yang sebenarnya mampu secara ekonomi, tetapi memilih menggunakan elpiji 3 kg. Mereka biasanya beli di pengecer.
Dia menambahkan permintaan gas melon yang meningkat ini sebenarnya terjadi setiap kemarau, khususnya di Kabupaten Wonogiri. Hal ini karena banyak petani menggunakan gas melon untuk kebutuhan pengairan.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Wonogiri, Nugroho Liestyono, mengatakan selain untuk pertanian, gas melon juga banyak digunakan untuk kegiatan usaha mikro kecil menengah (UKM). Ada perluasan pengguna gas melon lantaran kualifikasi pengguna gas tersebut juga luas.
Nugroho mengatakan penentuan harga penjualan yang diatur pemerintah hanya sampai di tingkat pangkalan. Maka dari itu, warga diminta untuk membeli gas melon di pangkalan yang harganya sekitar Rp15.500/tabung sampai Rp16.000/tabung.
“Kami baru saja mengusulkan untuk penambahan kuota fakultatif untuk gas melon. Tetapi untuk jumlahnya yang menentukan Pertamina. Termasuk apakah disetujui atau tidak,” ucap dia.
Nugroho mengungkapkan kuota elpiji 3 kg di Wonogiri pada 2024 sebanyak 9.637.000 tabung. Dari jumah itu, serapan gas melon hingga Juli 2024 sudah mencapai 5.806.980 tabung atau 60,3%.
Sementara itu, Area Manager Communication Relations and Corporate Social Responsibility Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho, belum bisa dimintai informasi terkait pasokan elpiji untuk wilayah Wonogiri.
Namun seperti diberitakan Esposin sebelumnya, Brasto memang mengimbau agar rumah tangga tidak miskin, usaha nonmikro agar menggunakan elpiji nonsubsidi.
Ia menjelaskan berdasarkan surat Dirjen Migas Kementerian ESDM No B-2461/MG.05/DJM/2022, ada delapan kategori usaha yang dilarang menggunakan gas elpiji subsidi adalah seperti restoran, hotel, usaha peternakan, dan usaha pertanian.
Ketentuan ini di luar ketentuan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019 dan yang belum dikonversi. Usaha lain yang juga dilarang menggunakan elpiji 3 kg adalah usaha tani tembakau, usaha jasa las, dan usaha binatu atau laundry, serta usaha batik.
Brasto juga mengingatkan masyarakat bahwa Pertamina menyediakan gas elpiji atau Bright Gas 5,5 kg, 12 kg, dan 50 kg. Hal ini untuk memfasilitasi rumah tangga tidak miskin dan kelas/sektor usaha yang tidak berhak menggunakan gas elpiji bersubsidi.