by Ika Yuniati - Espos.id Solopos - Senin, 31 Januari 2022 - 05:00 WIB
Esposin, SOLO -- Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kota Solo mengusulkan tujuh kampung sebagai destinasi wisata heritage karena memiliki potensi kuat dengan banyak jejak sejarah.
Ketua Pokdarwis Kestalan yang juga menjabat Ketua Pokdarwis Solo, Mintorogo, kepada Esposin, Jumat (28/1/2022), menyebutkan ketujuh wilayah itu lengkap dengan kategorinya.
Mereka di antaranya Sudiroprajan sebagai wilayah harmoni, Baluwarti spesifik pada sejarah Keraton Solo, Kemlayan sebagai kampung para Maestro Solo, Kestalan dengan tema napak tilas Mangkunegaran.
Baca Juga: Makam Kerabat Mangkunegaran di Rumah Warga Bisa Jadi Destinasi Wisata
Baca Juga: Makam Kerabat Mangkunegaran di Rumah Warga Bisa Jadi Destinasi Wisata
Mintorogo mengatakan pemberian nama kampung wisata sejarah di Solo tersebut berdasarkan karakter masing-masing wilayah. Ia mencontohkan Sudiroprajan, Jebres, diberi tagline Hidup dalam Keharmonisan.
Narasi tersebut tak lepas dari harmonisasi Sudiroprajan yang berhasil menyatukan budaya Tionghoa dan Jawa. Harmonisasi keduanya disimbolkan banyak hal. Mulai dari adanya Grebeg Sudiroprajan tiap Tahun Baru Imlek serta akurnya warga setempat saat nyengkuyung agenda budaya masing-masing etnis.
Baca Juga: Wujudkan Wisata Heritage Kestalan, Camat Banjarsari Belajar ke Kemukus
Ada pula Baluwarti dan Kemlayan yang juga diberi nama sesuai dengan potensi wilayah setempat. Selain memberi nama, Pokdarwis Solo juga sudah mulai menggerakkan warga untuk menata kawasan mereka serta menggali potensi yang ada untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata sejarah.
Pokdarwis Solo, kata Mintorogo, berharap kampung wisata sejarah mulai digerakkan. Tujuannya agar menjadi destinasi baru untuk menarik wisatawan.
Baca Juga: Festival Payung di Balekambang Solo, Cantik Sekaligus Sarat Makna
Hal itu mengingat Solo tak memiliki lahan luas untuk membuka destinasi wisata alam. Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan potensi kampung sebagai destinasi wisata sejarah di Kota Solo.
Cerita dari tiap sudut kampung harus digali lagi. Apalagi Solo memang lekat dengan cerita sejarah. Kota yang sempat berjuluk Sumbu Pendek ini selalu menarik perhatian. Mulai dari masa Kerajaan Mataram, zaman kemerdekaan, era reformasi, hingga sekarang.
Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS), Sumartono Hadinoto, mengatakan kampungnya di wilayah Sudiroprajan layak disebut sebagai simbol kampung harmoni. Kolaborasi etnis Tionghoa dan Jawa di kampung tersebut tak sekadar simbol.
Baca Juga: Wisata Heritage Diharapkan Bisa Hapus Stigma Negatif Kestalan Solo
Hal itu melekat dalam keseharian warganya. Ia pun selalu mendukung kampanye akulturasi budaya lewat Sudiroprajan. Pada perayaan Imlek tahun ini misalnya, Sumartono mendukung langkah Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang menginginkan pemasangan lampion di kawasan Pasar Gede.
“Saya sepakat dengan kebijakan itu meski masih kondisi pandemi, kita harus menunjukkan bahwa harmonisasi budaya di Solo masih ada. Meski pandemi kita semua harus tetap menjaga persatuan,” katanya.