Esposin, BOYOLALI -- Beberapa hari lalu viral unggahan dosen metalurgi Institut Teknologi Bandung (ITB), Imam Santoso, di akun Instagram @santosoim tentang mahasiswanya yang merupakan penerima KIP-K lulus sidang skripsi dengan IPK 3,99/4.
“Zaki, anak pedagang plastik di Pasar Boyolali, penerima beasiswa KIP-K lulus sidang sarjana metalurgi ITB dengan IPK 3,99/4. Ia telah membuktikan bahwa walau dengan keterbatasan "previlage" orang tua, ia tetap bisa berprestasi. Apapun pekerjaan orang tua kita jangan pernah minder untuk bersaing selama kuliah,” tulis Imam dalam takarir unggahannya yang dikutip Esposin, Selasa (30/7/2024).
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Berdasarkan penelusuran Esposin, Zaki memiliki nama lengkap Musholizaky Aflahal Mu'min. Ia adalah anak pasangan Sidik Purnomo dan Wahyu Cahyaningrum asal Karangnongko, Kadireso, Teras, Boyolali.
Diketahui ibunda Zaky, Wahyu Cahyaningrum, bekerja sebagai pedagang plastik di Pasar Nepen, Teras. Sedangkan ayahnya pegawai swasta. Ditemui di Pasar Nepen, Wahyu mengungkapkan anaknya baru bisa pulang ke Boyolali pada Agustus 2024 dan direncanakan wisuda pada Oktober 2024.
Wahyu sangat bangga dengan pencapaian anaknya yang saat ini viral di media sosial. Ia mengingat betul ketika Zaky belum masuk sekolah, anak itu sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung.
“Cita-cita Zaky berubah-ubah sih, dulu pernah ingin jadi presiden, dokter, sebelum kuliah ingin bekerja di BMKG, terus sekarang di Teknik Metalurgi,” kata dia kepada Esposin, Selasa.
Ia mengatakan menjelang sidang dan seminar, tidak ada pembicaraan khusus antara dirinya dan sang anak. Hanya telepon biasa.
Dengan pencapaian Zaky saat ini, Wahyu berharap sang anak bisa mencapai prestasi yang lebih baik lagi. Terkait rencana Zaky ke depan setelah lulus, Wahyu mengaku belum tahu.
Kesulitan Keuangan
Akan tetapi, lanjut dia, dosen menyarankan Zaky untuk belajar bahasa Inggris demi bisa melanjutkan S2 di luar negeri. Wahyu mengatakan akan mendukung penuh keputusan sang anak apakah akan bekerja atau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.“Selama Mas Zaky kuliah, kami juga ada kesulitan masalah keuangan. Misalnya mengirimkan uang agak telat. Sebulan itu kami kirim Rp2 juta, untuk indekos sudah Rp750.000 sebulan. Uang segitu dicukup-cukupkan,” kata perempuan yang telah berjualan plastik selama 19 tahun tersebut.
Ia mengaku kurang tahu pasti apa saja prestasi Zaky selama kuliah. Namun setahunya ketika dosennya tidak bisa mengajar, anaknya diminta untuk menggantikan. Selain itu, Zaky pernah mengikuti pelajaran jarak jauh dengan dosen dari luar negeri.
“Apa pun langkahnya, pesan saya jangan lupa salat. Pendidikan agama memang selalu diterapkan agar anaknya bisa disiplin,” kata dia.
Sementara ayah Zaky, Sidik, mengaku bangga dengan pencapaian anaknya. Ia menjelaskan dulunya sang anak bersekolah di TKIT dan SDIT Insan Cendekia Boyolali, lalu SMPN 1 Boyolali, dan SMAN 1 Boyolali ikut program akselerasi.
Ia mengingat Zaky kecil sangat aktif dan suka belajar. Sidik juga mengatakan semangat bersaing Zaky sangat tinggi, sehingga ketika melihat temannya unggul, Zaky akan berusaha bisa unggul seperti temannya. Zaky juga sering mendapatkan rangking I.
“Zaky saat ini masih berusia 20 tahun, nanti 21 tahun pas Agustus. Anak pertama dari tiga bersaudara, adiknya cowok masuk SMK tahun ini, adik terakhirnya cowok lagi masuk SMP. Dia [Zaky] masuk ITB tahun 2020,” kata dia.