Langganan

Tragedi 14-15 Mei 1998 di Solo Jangan Terulang Lagi - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Kurniawan  - Espos.id Solopos  -  Rabu, 15 Mei 2024 - 14:58 WIB

ESPOS.ID - Tokoh masyarakat Solo, Sumartono Hadinoto, menyatakan tragedi kerusuhan 14-15 Mei 1998 di Solo harus menjadi yang terakhir terjadi di Kota Bengawan.(Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Esposin, SOLO—Kerusuhan massa pada 14-15 Mei 1998 di Kota Solo harus menjadi tragedi terakhir yang terjadi di Kota Bengawan. Semua pihak dan elemen masyarakat kota ini harus bisa mengambil pelajaran penting dari tragedi tersebut.

“Tentunya kerusuhan 14-15 Mei 1998 ini semoga yang terakhir di Solo. Karena kalau melihat konflik yang terjadi, selalu ada kepentingan di belakang konflik tersebut. Apalagi kita lihat beberapa kali sejarah mengatakan bahwa sebenarnya di Solo itu tidak pernah ada konflik SARA,” ujar Wakil Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS), Sumartono Hadinoto, kepada Esposin, Rabu (15/5/2024).

Advertisement

Sumartono mengungkapkan mayoritas korban dalam tragedi kerusuhan Mei 1998 di Solo adalah masyarakat etnis Tionghoa. Walau diakui dia ada juga sebagian korban yang bukan etnis Tionghoa. “Semoga ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi wong Solo karena korbannya etnis Tionghoa,” urai dia.

Sumartono menekankan pentingnya untuk terus mengedepankan toleransi dan mengutamakan kebersamaan di Solo. Arahnya menumbuhkan rasa bangga terhadap kota ini. Sehingga setiap bagian dari Solo ikut menjaga kedamaian dan kerukunan masyarakat. Dengan begitu pembangunan Solo semakin maju.

Advertisement

Sumartono menekankan pentingnya untuk terus mengedepankan toleransi dan mengutamakan kebersamaan di Solo. Arahnya menumbuhkan rasa bangga terhadap kota ini. Sehingga setiap bagian dari Solo ikut menjaga kedamaian dan kerukunan masyarakat. Dengan begitu pembangunan Solo semakin maju.

“Inilah yang menjadi PR bersama kita. Ke depan toleransi harus semakin tinggi, kebersamaan diperkuat, sehingga betul-betul menjadi masyarakat kota yang bangga dengan kotanya. Semua bagian dari kota ini harus ikut menjaga dan berkontribusi untuk Solo, sehingga kita semakin maju,” kata dia.

Sumartono menjelaskan kerusuhan Mei 1998 membuat perekonomian Solo jatuh. Sehingga butuh waktu bagi kota ini untuk bangkit kembali. Dia mencontohkan banyak pekerja harian yang akhirnya kesulitan mendapatkan penghasilan. Karena dampak dari kerusuhan tersebut menghancurkan sendi-sendi ekonomi.

Advertisement

Padahal pada saat yang sama mereka harus memenuhi kebutuhan makan dan pendidikan keluarganya. Belum lagi mereka yang mempunyai saudara sedang membutuhkan biaya berobat.

“Inilah pelajaran mahal yang sudah kita lalui. Ke depan kita bisa semakin arif, bijak, jangan sampai jadi korban,” seru dia.

Namun, Sumartono merasa bangga dengan capaian yang ditorehkan Solo dengan menjadi salah satu kota paling toleran di Tanah Air. Capaian itu menurut dia merupakan hasil kerja bersama setiap elemen masyarakat kota ini. Setiap bagian kota mendapatkan kesempatan sama untuk beragama dan beribadah.

Advertisement

“Solo harus bangga, karena itu hasil karya kita bersama, enggak mungkin dilakukan satu dua orang saja. Tapi kebersamaan antara Pemkot Solo, dinas terkait, penyelenggara keamanan TNI/Polri, semua memberi ruang seluas-luasnya, kesempatan yang sama untuk semua agama, menjalankan ibadahnya,” terang dia.

Sumartono mencontohkan sudah rutinnya digelar perayaan hari besar keagamaan di Kompleks Balai Kota Solo dan sekitarnya. Hal itu menurut dia merupakan kebersamaan yang tidak gampang dilakukan. Juga gerakan Solo Bersama Selamanya. “Konflik akan selalu ada. Tapi kita bisa selesaikan itu,” ujar dia.

Advertisement
Ahmad Mufid Aryono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif