by Wahyu Prakoso - Espos.id Solopos - Senin, 12 Oktober 2020 - 22:20 WIB
Esposin, SOLO -- Kalangan buruh Kota Solo menolak pengesahan UU Cipta Kerja namun tidak menggunakan cara-cara demo atau unjuk rasa turun ke jalan.
“Kami melakukan penolakan dengan memanfaatkan saluran yang ada. Penolakan melalui media sosial. Turun ke jalan merupakan langkah terakhir kalau kondisinya memungkinkan,” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Solo, Wahyu Rahadi, Senin (12/10/2020).
Selain itu, Wahyu menambahkan buruh rentan terhadap Covid-19. Jika ada yang sampai tertular dan terkonfirmasi positif, tempat kerja buruh tersebut bisa tutup sementara dan mereka tak bisa bekerja.
Satpol PP Karanganyar Panggil 20 Pelaku Usaha Hajatan, Ada Apa?
Satpol PP Karanganyar Panggil 20 Pelaku Usaha Hajatan, Ada Apa?
Salah satu langkah buruh Solo terkait penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja juga melalui pertemuan dengan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, Senin. Pertemuan itu berlangsung di rumah dinas Wali Kota kompleks Loji Gandrung, Solo.
Berdasarkan pantauan Esposin, perwakilan serikat pekerja datang menemui Wali Kota Solo dan menyampaikan aspirasi sejak pukul 09.00 WIB.
8 Warga Karanganyar Meninggal Akibat Leptospirosis
Ia menjelaskan buruh Solo menolak UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan karena terdapat gradasi aturan pada UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Aturan yang dihapus akan dimasukkan dalam peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau peraturan menteri yang membuat ketidakpastian aturan.
Solo Tambah 11 Kasus Covid-19, Satgas: Banyak Warga Abai dan Lupa Saat Ini Masih Pandemi
“Takutnya ganti pemimpin aturannya ikut ganti. Kalau UU kan melalui DPR. Aturan yang hilang dan belum muncul turunannya ada kekosongan hukum,” katanya.
Wahyu menjelaskan salah satu contoh draf UU Cipta Kerja mengenai pemutusan hubungan kerja yang memberikan pesangon 32 kali gaji setelah masa kerja 24 tahun.
Namun, pada pembahasan DPR menjadi 25 kali gaji, dengan perincian pembayaran 19 kali gaji oleh pengusaha dan enam kali gaji oleh pemerintah.
Risiko Covid-19 di Rusun Lebih Tinggi, Wali Kota Solo Ingatkan Warga Selalu Pakai Masker
“Saya memiliki kasus satu perusahaan tidak membayar upah minimum bahkan menghitung upah dengan jumlah jam. Jawaban pengawas masih boleh. Kalau ada hakim ad hoc akan lebih fair [adil],” paparnya.
Ketua DPC Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 92 Kota Solo, Endang Setyowati, meminta evaluasi UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan dengan melibatkan buruh.
Kabar Duka, Pemilik Perusahaan Jamu Gujati Sukoharjo Tutup Usia
Buruh juga meminta penjelasan peninjauan survei kebutuhan hidup layak (KHL) lima tahun sekali setelah adanya UU Cipta Kerja.
Sementara itu, Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, menjelaskan akan menyampaikan aspirasi buruh itu ke pemerintah provinsi dan pusat.
Salahi Aturan, Puluhan APK Gibran-Teguh dan Bajo Diturunkan Tim Gabungan Bawaslu Solo
"Saya sampaikan kepada gubernur mengenai pengawasan ketenagakerjaan diserahkan kepada pekerja yang punya kompetensi. Karena pengalaman buruh bisa mendukung dewan pengawas," paparnya.
Rudy menjelaskan pembahasan UU Cipta Kerja tanpa melibatkan buruh dan tidak terbuka. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo akan menyampaikan aspirasi buruh kepada pemerintah pusat.