Esposin, BOYOLALI -- Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Boyolali membuat gerakan stop boros pangan dengan merencanakan, menghabiskan, menghasilkan, dan meningkatkan nilai ekonomi atau Sobo Pawon Rendah Hati.
Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan DKP Boyolali, Nur Djamilah, menyampaikan isu pemborosan pangan merupakan permasalahan global yang dihadapi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.
“Berdasarkan data dari Bappenas, Indonesia menempati ranking tertinggi penghasil sampah makanan terbesar di Asia Tenggara. Sedangkan sesuai data Global Hunger Index, Indonesia masuk dalam tingkat kelaparan ketiga di Asia Tenggara,” kata dia, Selasa (16/7/2024).
Nur Djamilah menilai antara pemborosan pangan atau membuangnya dengan kerawanan pangan yang tinggi sangat kontradiktif, tak terkecuali di Boyolali.
Ia menilai partisipasi masyarakat Boyolali dalam mencegah pemborosan pangan masih rendah. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih tingginya komposisi sampah sisa makanan di Boyolali.
Nur Djamilah menyampaikan berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali, pada 2023 sampah sisa makanan menjadi yang terbesar kedua masuk ke TPA Winong, yaitu sekitar 32,18%. “Dengan melihat hal tersebut, kami di Dinas Ketahanan Pangan, pada tahun ini mulai merilis sebuah gerakan untuk stop boros pangan,” kata dia.
Gerakan stop boros pangan di Boyolali dilaksanakan dalam dua aksi yaitu edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Edukasi telah dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dengan ajang lomba memasak dan sosialisasi.
Nur menyoroti sebenarnya masyarakat memiliki kearifan lokal dengan membagikan makanan berlebih kepada tetangga atau saudara. Masyarakat diberikan edukasi untuk reduce, reuse, dan recycle sampah makanan.
Pilot Project
Reduce dilaksanakan dengan mengedukasi masyarakat agar bijak menyediakan pangan secara tidak berlebihan. Caranya dengan bijak berbelanja dengan merencanakannya. Sehingga, tidak mudah tergoda diskon dan terlalu banyak membeli hingga menumpuk bahan makanan hingga rusak.
Lalu, langkah kedua yaitu mengedukasi masyarakat untuk merencanakan menu agar mengurangi pemborosan makanan. Selanjutnya, DKP memberdayakan untuk mengolah pangan berlebih untuk menjadi pangan lain dan bernilai ekonomi.
DKP Boyolali membuat pilot project pemberdayaan di Desa Krasak, Kecamatan Teras. Bersama akademisi, masyarakat binaan diedukasi agar mengolah sisa makanan misalnya menjadi kerupuk karak tanpa borak serta berinovasi ke produk lain.
Kelompok binaan DKP Boyolali yang bergerak di bidang pengolahan pangan wilayah Krasak dihubungkan dengan pelaku usaha dari perhotelan dan restoran. Saat ini, sudah ada salah satu hotel di Boyolali yang bakal menyalurkan makanan yang berlebih ke Krasak untuk diolah kelompok binaan DKP.
“Itu bukan makanan sisa, soalnya di hotel kan makanan lebih dari empat jam tidak boleh disajikan. Nah, makanan tersebut bakal diolah oleh kelompok kami untuk membuat makanan lain yang bisa dikonsumsi dan meningkatkan nilai ekonomi,” kata dia.
Terobosan-terobosan tersebut diharapkan dapat menambah pundi-pundi ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Selain Krasak, ia menyampaikan program tersebut akan direplikasi ke daerah lain serta mengajak kerja sama hotel dan restoran di Boyolali.