by Galih Aprilia Wibowo - Espos.id Solopos - Senin, 19 Desember 2022 - 16:37 WIB
Esposin, SRAGEN — Anggota Komisi IV DPR, Luluk Nur Hamidah menolak kebijakan impor beras oleh pemerintah. Kebijakan ini dinilai merugikan petani lokal.
Ia meminta ada Pengecekan kembali data serapan beras di Bulog. Apakah berkurangnya serapan beras ini disebabkan faktor produksi atau karena konglomerasi. Menurutnya ada beberapa penggilingan beras skala besar yang dimiliki korporasi swasta.
"Dari awal saya menolak impor beras. Kalau memang gudang Bulog terjadi kekosongan, itu karena memang serapan pada 2021 tidak terlalu banyak dibandingkan 2020. Sehingga kalau ada kekurangan wajar, karena memang tidak banyak [serapan]," terang anggota dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Dapil Jateng IV tersebut belum lama ini.
Luluk menilai pemerintah memang seharusnya memberikan penugasan kepada Bulog. Namun juga harus memberikan modal sehingga bisa menyerap beras petani dengan harga yang kompetitif.
Luluk menilai pemerintah memang seharusnya memberikan penugasan kepada Bulog. Namun juga harus memberikan modal sehingga bisa menyerap beras petani dengan harga yang kompetitif.
"Kalau Bulog membeli harga di bawah tengkulak, mereka [petani] akan lari ke tengkulak. Minusnya, tengkulak bisa memainkan harga kapan saja," tambah Luluk.
Baca Juga: Pemerintah Kucurkan Rp4,4 Triliun untuk Impor Beras 500.000 Ton
Biaya mengolah sawah kini naik sejalan dengan naiknya harga BBM dan pupuk sehingga juga memengaruhi pendapatan petani. Suratno menilai ada permasalahan data yang tidak sinkron antara Bulog dengan Kementerian Pertanian dan Ketahanan Pangan (Kementan).
"Harus ada solusi dari pemerintah kabupaten, sikapnya bagaimana terhadap ini [impor beras]. Penggilingan padi besar bisa dikumpulkan, jangan sampai ada yang impor dan merugikan petani. Kemudian mengantisipasi biaya HPP petani, salah satunya pupuk, dengan mengalakkan pupuk organik," ujar Suratno.
Saat ini, masalah penurunan produkivitas pertanian akibat penyakit tanaman kerdil saja belum menemui solusi. Suratno mengatakan penurunan produktivitas tersebut mencapai 40%-50% yang hampir merata di Kabupaten Sragen.
Baca Juga: Impor Beras Bikin Petani Milenial di Sragen Kian Tak Tertarik Tanam Padi
Terdapat peningkatan produksi karena jaringan mitra Bulog semakin bertambah, baik dari penggilingan ataupun kelompok tani. "Mitra Bulog di wilayah cabang Solo mayoritas dari Kabupaten Sragen, hampir 50%. Sementara kabupaten lainnya, seperti Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Wonogiri, dan Boyolali itu ada, namun lebih sedikit, mayoritas memang di Sragen," tambah Andi.
Ia menilai faktor gagal panen dari salah satu faktor yang memengaruhi serapan beras. Misalnya karena cuacanya esktrem yang menyebabkan produksi terganggu.
"Penyerapan juga akan terganggu karena kalau dari sisi produksinya itu tidak bisa maksimal, nanti kan otomatis kan panennya enggak bagus, atau jumlahnya tidak bisa banyak. Secara ketersediaan barang tidak banyak dan harganya relatif lebih tinggi pasti akan kesulitan untuk menyerap. Apalagi dari sisi kualitas, kalau sampai gagal panen karena hama atau pun karena cuaca secara kualitas pasti tidak akan sesuai yang diharapkan," ujar Andi.