by Ichsan Kholif Rahman - Espos.id Solopos - Senin, 14 Desember 2020 - 21:07 WIB
Esposin, SOLO -- Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI/Polri atau FKPPI menggugat hasil putusan pengadilan yang memenangkan ahli waris dalam sengketa tanah Sriwedari, Solo.
Gugatan dilayangkan meski sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Sidang perdana gugatan perdata itu rencananya diwakili Bidang Hukum FKPPI Solo di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Selasa (15/12/2020) siang.
Pelindung FKPPI Solo, Hasta Gunawan, saat jumpa pers, Senin (13/12/2020), menegaskan sesuai aspirasi masyarakat, Sriwedari harus jatuh ke tangan rakyat. Lantas, FKPPI membentuk tim hukum untuk mengembalikan Sriwedari atas persetujuan Pemerintah Kota Solo.
12 Desa Dilanda Banjir Akibat Luapan Sungai Di Sukoharjo, Ini Datanya
12 Desa Dilanda Banjir Akibat Luapan Sungai Di Sukoharjo, Ini Datanya
“Paparan kami di depan tim hukum Pemkot termasuk di depan Kejaksaan dalam hal ini Jaksa Pengacara Negara (JPN). Akhirnya Wali Kota memberikan kuasa kepada tim hukum FKPPI,” papar Hasta mengenai gugatan sengketa Sriwedari Solo.
Ia menegaskan putusan inkrah yang memenangkan ahli waris tanah Sriwedari itu melampaui batas lahan yang masuk sengketa. Hasta menyebut ada kesalahan dalam proses hukum yang memenangkan ahli waris itu.
Ia menambahkan putusan inkrah bukan berarti segalanya namun bisa jadi ada proses yang salah. Tim Hukum FKPPI membantu masyarakat secara umum dalam sengketa tanah Sriwedari, Solo. Namun dalam hal ini, FKPPI membantu Pemkot Solo dengan kebanggaan.
Hasta menjelaskan dalam jalannya sidang, ia tidak akan mengerahkan massa organisasi masyarakat. Ia memastikan hanya bidang hukum yang akan mengikuti jalannya peradilan.
“Kalau ada dua orang yang datang itu jaga kendaraan saja. Gugatan sudah kami daftarkan lama, besok sudah sidang. Kami menuruti proses hukum yang berjalan,” papar Hasta.
Jawab Keresahan Warga, Alat Deteksi Dini Banjir Dipasang Di Kali Jenes Danukusuman Solo
Sementara itu, Ketua Tim Bidang Hukum FKPPI, Theo Wahyu Winarto, menegaskan Sriwedari yang jadi sengketa itu adalah milik rakyat Solo. Ia menyebut proses hukum yang dilakukan FKPPI merupakan derden verzet atau perlawanan pihak ketiga.
“Sebulan lalu kami daftarkan gugatan ini. Ini terkait hak kepemilikan bekas bank pasar dan bekas rumah sakit Mangunjayan seluas 8.000 meter persegi. Namun, kami berbicara keseluruhan, proses 1970 mereka [ahli waris] sudah dapat ganti rugi. Kemudian, pada Pengadilan Tata Usaha Negara mereka mendalilkan 99.000 meter persegi. Padahal kasus pertama hanya 34.250 meter persegi,” paparnya.
Theo mempertanyakan dasar angka 99.000 meter persegi itu dan mendesak agar eksekusi sengketa Sriwedari yang dimenangi ahli waris ini tidak dilakukan. Ia menegaskan FKPPI memperjuangkan tanah Sriwedari secara keseluruhan.
Menurut Theo, dalam sebuah perkara apabila tidak ada batas-batas yang jelas bisa dibatalkan dan merupakan hal wajar jika ada masyarakat memperjuangkan tanah Sriwedari. Ia menyayangkan apabila 10 hektare tanah Sriwedari yang dieksekusi.