by Muh Khodiq Duhri - Espos.id Solopos - Jumat, 18 September 2020 - 15:14 WIB
Esposin, SRAGEN -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen menarik buku modul pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dari peredaran karena memuat pertanyaan seputar Ekasila. Seperti diketahui, materi menyangkut Ekasila belakangan mengundang kontroversi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Pertanyaan terkait Ekasila itu muncul di lembar soal pada buku modul pembelajaran PKn Kelas VII dan IX SMP di Sragen. Pertanyaan itu tertuang dalam nomor 25 dan nomor 22 di modul PKn tersebut.
Pertanyaan itu berbunyi, “Isi dari Ekasila adalah?” Adapun empat jawaban yang disediakan di bawah pertanyaan itu adalah a. Sosionalisme, b. Gotong royong, c. Sosiodemokrasi dan d. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Polisi Gerebek 2 Arena Judi di Sragen, Salah Satunya di Area SPBE
Polisi Gerebek 2 Arena Judi di Sragen, Salah Satunya di Area SPBE
“Sekitar 2-3 minggu lalu, saya mendapat informasi terkait adanya pertanyaan mengenai Ekasila di buku modul PKn siswa SMP kelas VII dan IX. Di situ ada pertanyaan mengenai Ekasila yang dirasa sensitif karena ada sekelompok masyarakat yang menolak pembahasan RUU HIP. Saat itu juga saya menghubungi Kepala Dinas [Pendidikan dan Kebudayaan],” jelas Wakil Bupati Sragen, Dedy Endriyatno, saat ditemui Esposin di rumah dinasnya, Jumat (18/9/2020).
Dedy menjelaskan buku modul PKn itu disusun oleh musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) PKn SMP. Dalam hal ini, Dedy tidak menjustifikasi bila para guru yang menjadi tim penyusun buku modul PKn SMP itu bersalah.
Melalui modul itu, lanjut Dedy, tim penyusun buku modul itu bicara soal sejarah terkait lahirnya Pancasila.
“Pada 1 Juni [1945], Soekarno menyampaikan usulan Pancadarma di hadapan BPUPKI [Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia] tapi kemudian direvisi menjadi Pancasila. Saat itu, Soekarno mengatakan kalau kalian tidak suka Pancasila maka bisa diperas lagi menjadi Trisila. Kalau masih tidak suka dengan Trisila, masih bisa diperas lagi jadi Ekasila,” jelas Dedy Endriyatno.
Karena dianggap tidak bersalah, kata Dedy, tim penyusun modul itu tidak mendapat sanksi dari Pemkab Sragen. Kendati begitu, buku modul PKn SMP itu akhirnya ditarik dari peredaran secara bertahap.
Pilkada Solo: Bajo Ancam Pidanakan Penyebar Isu Calon Boneka
Penarikan buku modul PKn secara serentak, kata Dedy, tidak bisa dilakukan mengingat para siswa kini belajar daring dari rumah.
“Sebagian sudah ditarik, sebagian belum karena bukunya masih dibawa siswa di rumah. Oleh sebab itu, penarikan buku dilakukan bertahap,” ucap Dedy.
Seperti diketahui Majelis Ulama Indonesia (MUI) menduga RUU HIP dinilai melumpuhkan unsur Ketuhanan pada sila pertama Pancasila secara terselubung dan berpotensi membangkitkan komunisme.
Duh, Penutup Saluran Air Underpass Makamhaji Sukoharjo Kerap Hilang Dicuri
MUI menilai unsur-unsur dalam RUU HIP mengaburkan dan menyimpang dari makna Pancasila, salah satunya bagian Trisila dan Ekasila yang dinilai sebagai upaya memecah Pancasila.
“Ekasila sendiri masih mengundang kontroversi. RUU HIP juga masih dibahas di Prolegnas. Lalu, mengapa pertanyaan terkait Ekasila itu muncul di modul PKn SMP?” papar Abu Umar, perwakilan dari Amsak yang sempat menggelar aksi damai di halaman Setda Sragen pada Kamis (17/9/2020) siang.