by Birgita Armasda - Espos.id Solopos - Selasa, 15 Agustus 2023 - 12:10 WIB
Esposin, SRAGEN -- Jenar adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Sragen yang ibukotanya terletak di Desa Dawung. Di desa ini ada cerita rakyat tentang Kedono Kedini yang masih berkembang di tengah masyarakat hingga kini.
Kecamatan Jenar terkenal dengan ratusan hektar hutan jatinya. Sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian dan perdagangan hasil hutan. Namun di balik itu, Jenar juga memiliki beberapa cerita rakyat yang masih dikenal hingga saat ini, yaitu kisah Kedono Kedini.
Dikutip Esposin dari sejumlah sumber, Senin (14/8/2023), kisah ini berkaitan dengan keberadaan dua cungkup atau nisan yang terbuat dari kayu jati di jalan Jenar-Banyurip. Cungkup yang dikenal dengan sebutan Punden Kedono Kedini ini dikelilingi rerimbunan pohon jati. Di dekat punden itu terdapat pohon bulu yang sangat timbun dan tinggi.
Cungkup itu dipenuhi rumah rayap yang seakan-akan menjadi penjaganya. Konon, dahulu hiduplah sepasang saudara kembar namun berbeda jenis kelamin. Namanya Kedono dan Kedini. Mereka hidup sangat akrab. Pada masanya, ada tradisi di mana seseorang yang terlahir kembar maka kelak harus dikawinkan karena dipercaya sudah membawa jodohnya sendiri sejak lahir.
Cungkup itu dipenuhi rumah rayap yang seakan-akan menjadi penjaganya. Konon, dahulu hiduplah sepasang saudara kembar namun berbeda jenis kelamin. Namanya Kedono dan Kedini. Mereka hidup sangat akrab. Pada masanya, ada tradisi di mana seseorang yang terlahir kembar maka kelak harus dikawinkan karena dipercaya sudah membawa jodohnya sendiri sejak lahir.
Mengutip informasi dari kanal YouTube PEDIAL CHANNEL, Kedono Kedini ini sangat gemar bermain air dan berpetualang. Maka, keduanya sering terlihat di sungai, sawah, hingga hutan belantara.
Beberapa waktu berlalu, Kedono Kedini kian beranjak dewasa, Kedono sangat tampan dan Kedini sangat cantik parasnya. Pasangan kembar ini sangat memukau setiap orang yang memandangnya. Pada suatu ketika, Kedono pamit kepada orang tuanya untuk pergi merantau supaya bisa menikahi Kedini nantinya.
Kedono terpaku memandang jasad saudara kembarnya itu. Kedono sakit hati dan merasa dikhianati. Namun tiba-tiba dari jarik yang dikenakan Kedini keluar seekor kepiting yang berukuran cukup besar. Kepiting itu ternyata adalah hewan kesayangan Kedini yang sejak kecil suka ia bawa ke mana-mana dengan menaruhnya di perut.
Mata Kedono terbelalak dan terpukul. Ia menangis tersedu-sedu sembari jasad Kedini dipeluknya erat-erat. Hingga akhirnya Kedono mengambil sebilah pisau yang biasa digunakannya mengupas buah untuk Kedini. Pisau tajam itu dihujamkan tepat ke ulu hati Kedono sendiri menyusul saudara kembarnya.
Jasad Kedono Kedini tergeletak di atas tanah di bawah pohon bulu yang rimbun. Keduanya bersimbah darah.
Keduanya meninggal di jalan tembus yang menghubungkan beberapa daerah. Jalannya sepi dari lalu lalang manusia, tetapi riuh oleh nyanyian burung-burung liar. Hingga kemudian ada seorang tetua wilayah Kuwu Purwodadi menemukan mereka. Dikuburkanlah Kedono Kedini di daerah tersebut. Sampai kini kuburan mereka dikenal dengan Punden Kedono Kedini.