by Muhammad Khamdi Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Sabtu, 5 Oktober 2013 - 21:15 WIB
Esposin, SOLO -- Penyelenggaraan mediasi konflik internal Keraton Solo yang dihadiri kedua belah pihak di Bale Tawangarum, Balai Kota Solo, Jumat (4/10/2013), menyisakan kekecewaan bagi kubu Lembaga Dewan Adat Keraton.
Mereka belum menerima sepenuhnya acara mediasi yang berjalan dalam waktu cukup singkat serta tanpa ada pembahasan lebih dulu di ruang terpisah.
“Kalau mau mediasi tidak seperti kemarin. Mestinya Pak Wali Kota menyediakan kamar kecil atau bilik terpisah sebelum mediasi dimulai,” jelas salah satu anggota Lembaga Hukum Keraton, Arif Sahudi, kepada wartawan, Sabtu (5/10/2013).
Tujuan kamar kecil, kata dia, untuk menampung isi pokok dari masing-masing pihak yang berseteru. Sejumlah poin yang disepakati perlu dicatat terlebih dulu sebelum mediasi digelar secara terbuka bagi pihak yang diundang.
“Sisi mana yang diterima atau tidak, harus diketahui oleh kedua belah. Nah, mediasi itu terbuka untuk mencari solusi yang terbaik seperti apa. Jangan dipaparkan langsung dimuka umum,” kata dia.
Dia memaparkan Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo semestinya menghormati ketentuan dan hukum adat di Keraton.
“Kita apresiasi kok langkah Pak Wali Kota untuk merukunkan keluarga Keraton. Tapi waktunya jangan singkat seperti kemarin. Mediasi itu butuh proses. Ketentuan mediasi di pengadilan saja memberikan batasan waktu minimal satu hari,” jelas dia.
Saat ini, kata dia, langkah Lembaga Hukum Keraton yakni pasif. Artinya belum mau bersikap lebih jauh pasca mediasi di Bale Tawangarum.
“Kita colling down dulu,” paparnya.