by Tri Rahayu Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Selasa, 25 Februari 2014 - 02:34 WIB
Heri mengaku tertarik menelusuri keputusan SBY terjun dalam mediasi di antara pihak-pihak bertikai di lingkungan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dengan memenuhi panggilan mitos sejarah dalam penyelesaian konflik kerajaan tertua yang masih ada di Pulau Jawa itu, SBY disebutnya berupaya mencari ketenangan batin dengan memahami keraton sebagai simbol jagat cilik.
“Artinya ketika keraton anteng, jagat yang lain juga bakal tentrem. Penyelesaian konflik keraton sebenarnya bukanlah yang utama,” ujarnya.
Pernyataan itu dikemukakan Heri karena ia berpendapat jika pemerintah pusat serius merampungkan konflik keraton, seharusnya Presiden tinggal berkomunikasi dengan G.K.R. Wandansari alias Mbak Moeng yang notabene berseberangan dengan PB XIII. Diketahui, SBY dan Mbak Moeng berada dalam satu partai, yakni Partai Demokrat.
“Selama ini letak problemnya kan di Mbak Moeng, kenapa SBY tidak berbicara langsung? Dalam pertemuan kemarin Mbak Moeng juga tidak dilibatkan.”
Berdasarkan catatan Esposin, turun tangannya pemerintah pimpinan Presiden SBY terkait erat dengan permintaan Kota Solo melalui Wali Kota F.X. Hadi Rudyatmo yang mengadukan berlarut-larutnya konflik Keraton Solo, November 2013 silam. Hal itu disampaikan Wali Kota Rudy—sapaan akrab Hadi Rudyanto—kala ia melaporkan buntunya hasil mediasi konflik Keraton Solo pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dalam kesempatan itu, Rudy sempat pula meminta keterangan Kemendagri ihwal surat mediasi yang dituduh palsu oleh kubu LembagaDewan Adat Keraton Solo.