by Cahyadi Kurniawan - Espos.id Solopos - Kamis, 4 November 2021 - 07:37 WIB
Esposin, BOYOLALI—Perkembangan teknologi informasi mempermudah anak-anak mengakses produk kebudayaan luar negeri termasuk akses terhadap permainan. Hal ini perlu diimbangi dengan pengenalan kembali permainan tradisional agar kekayaan budaya lokal tetap lestari.
Upaya pelestarian ini ditempuh salah satunya melalui Festival Dolanan Bocah yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali, Selasa-Kamis (2-4/11/2021). Acara ini menghadirkan tiga jenis permainan tradisional yakni egrang, lompat tali, dan dakon.
Pada Selasa (3/11/2021), anak-anak yang merupakan delegasi SD dan SMP masing-masing kecamatan di Boyolali menyambangi Kantor Disdikbud untuk bermain egrang. Masing-masing kecamatan dibatasi hanya mengirim satu delegasi guna memastika tetap menjaga jarak selama kegiatan.
Baca Juga: Konsep RS Tanpa Dinding, RSUI Banyubening Beri Layanan Gratis di Pasar
Baca Juga: Konsep RS Tanpa Dinding, RSUI Banyubening Beri Layanan Gratis di Pasar
Di halaman kantor itu, anak-anak bermain egrang dengan sistem kompetisi. Setiap peserta harus memasukkan bola menggunakan egrang ke dalam gawang dengan durasi waktu lima menit. Apabila peserta menapakkan kaki ke tanah sebanyak dua kali, maka dia didiskualifikasi.
Agenda ini merupakan ajang tahunan Disdikbud. Melalui Festival Dolanan Anak diharapkan anak-anak lebih akrab lagi mengenai permainan tradisional yang ada di daerahnya. Selama ini, anak-anak cenderugn menghabiskan waktu bermainnya menggunakan gawai. Akibatnya, waktu anak-anak untuk bersosialisasi dengan sebayanya jadi berkurang.
Baca Juga: Baru Separuh Waduk, Proyek Jalur Pedestrian Rawa Jombor Dilanjut 2022
Menurut Darmanto, derasanya kemajuan teknologi informasi membuat serangan budaya dari luar negeri kuat menerpa anak-anak. Untuk mengimbangi paparan budaya asing ini, anak-anak harus diperkenalkan mengenai kekayaan budaya lokal sendiri.
“Karena sekarang ini, serangan dari luar negeri itu serangan budaya. Jadi budaya warisan ini harus dilestarikan. Jangan sampai anak-anak lebih memilih mempelajari budaya luar negeri daripada budaya sendiri,” ujar dia.
Salah satu peserta acara, Angga Gunawan, mengatakan permainan egrang bagi dirinya tergolong asing. Ia baru memakai egrang setidaknya lima hari terakhir sekaligus berlatih mengikuti Festival Dolanan Anak. Setiap hari pada pagi dan sore, Angga belajar berjalanan di medan turunan agar lekas mahir.
Baca Juga: Mengaku Wartawan, Orang Minta Uang ke Kepala SMK di Wonogiri
“Sulitnya pas menjaga keseimbangan buat berdiri tegak. Saya baru mencoba kali ini. Dan terus jatuh,” ujar siswa kelas V SDN Jrakah, Selo, ini.