Langganan

Kekerasan di Ruang Digital Menjadi Tantangan untuk Solo sebagai Kota Layak Anak - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Dhima Wahyu Sejati  - Espos.id Solopos  -  Rabu, 21 Agustus 2024 - 16:02 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi kota layak anak alias KLA. (Solopos-Dok.)

Esposin, SOLO—Kepala Kantor Perwakilan United Nations Children's Fund (UNICEF)  Wilayah Jawa, Tubagus Arie Rukmantara sebut Kota Solo masih memiliki tantangan terkait permasalahan anak meski sudah menjadi Kota Layak Anak (KLA) kategori utama.

Dia mengatakan secara umum sudah ada progres di Kota Solo sebagai KLA. Namun, di saat yang bersamaan masih terdapat pekerjaan rumah untuk merespons berbagai isu tentang anak. 

Advertisement

“Solo ini adalah bukti journey of progress, dulu Solo bukan kota layak anak sekarang kota layak anak yang sudah enam kali berturut-turut. Tapi pada saat yang sama journey of progress itu masih menghadapi tantangan,” kata dia ketika ditemui Esposin di Taman Balekambang, Selasa (20/8/2024).

Guna mempertahankan status KLA, ada aspek lain yang perlu dijaga salah satunya adalah dunia maya. Sebab, menurut Arie, saat ini tempat interaksi atau ruang bermain anak tidak hanya di dunia nyata, namun juga di dunia maya atau Internet. Menurut dia, Internet tidak sepenuhnya aman.

Advertisement

Guna mempertahankan status KLA, ada aspek lain yang perlu dijaga salah satunya adalah dunia maya. Sebab, menurut Arie, saat ini tempat interaksi atau ruang bermain anak tidak hanya di dunia nyata, namun juga di dunia maya atau Internet. Menurut dia, Internet tidak sepenuhnya aman.

Baginya ini menjadi tantangan tersendiri yang harus dijawab. “Hampir setengah dari anak-anak yang main di Internet pernah mengalami iklan yang tiba-tiba muncul dan iklannya dewasa,” kata dia.

Lalu menurutnya seperti anak di Internet melalui platform digital, anak mengalami perundungan secara verbal seperti berupa ejekan dengan menyebut nama orang tua. Serta kekerasan seksual yang berbasis digital lewat sosial media. “Nah ini yang di seluruh dunia belum ketemu kuncinya,” kata dia.

Advertisement

Pertama, UNICEF memaksa penyedia media sosial untuk menggunakan teknologi canggihnya seperti Artificial Intelligence [AI] untuk menentukan anak-anak itu sudah 13 atau belum. Menurut dia, banyak pengguna media sosial yang umurnya masih di bawah persyarat.

Arie menjelaskan banyak anak-anak yang mengalami kekerasan di ruang digital itu sebenarnya di bawah persyaratan umur yang ditentukan oleh penyedia platform media sosial.

Kedua, diperlukan gerakan sosial yang melibatkan anak agar lebih sadar terhadap potensi kekerasan seksual di ruang digital. Seperti yang sudah diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui aplikasi Jogo Konco. Intinya anak diajak aktif sebagai  Pelopor dan Pelapor (2P) dalam upaya mencegah kekerasan seksual di ruang digital.

Advertisement

“Jogo Konco itu memastikan kalau bisa mendeteksi tanda-tanda kekerasan terutama kekerasan seksual. Ya misalnya ada anak di-DM [kirim pesan] oleh orang ke arah-arah ke pemerasan bahkan sampai kekerasan seksual,” kata dia.

Implementasi konsep 2P juga mendorong anak agar berani speak up atau berbicara ketika temannya mendapatkan ancaman kekerasan seksual oleh orang dewasa. Dengan begitu, menurut Arie anak juga harus dibekali pengetahuan terkait tanda-tanda dirinya diincar sehingga berpotensi menjadi korban.

Ketiga, kata Arie, perlu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan orang tua mengenai ilmu parenting. Dia mengatakan kemampuan membesarkan atau mengasuh anak tidak tiba-tiba datang begitu saja. Sehingga harus belajar setiap saat.

Advertisement

Salah satunya adalah dengan mempelajari cara kerja berbagai platform sosial media. Sehingga orang tua bisa menimbang dampak negatif dan positif. Arie juga meminta agar orang tua melibatkan anaknya untuk berdiskusi dan duduk bersama.

“Misalnya cari tahu Instagram cara kerjanya gimana, termasuk platform lainnya. Karena perubahan itu detik per detik. Jadi harus terus belajar dan kalau bisa belajar bersama anaknya. Pastikan sama-sama duduk di meja makan,  buka internet bareng diskusi bareng main bareng itu yang kita minta,” kata dia.

Kota Solo sejak 2016 sudah ditetapkan sebagai KLA dan Kota Bengawan itu mendapat ketegori utama. Penghargaan KLA  ketegori utama diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Lalu pada 2025 nanti, Pemkot Solo menargetkan meraih KLA kategori paripurna.

Advertisement
Ahmad Mufid Aryono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif