by Indah Septiyaning W. Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Rabu, 5 November 2014 - 02:50 WIB
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Solo Agus Djoko Witiarso ketika dijumpai wartawan di ruang kerjanya, Selasa, mengatakan belum mengetahui bagaimana teknis pelaksanaan program ketiga kartu sakti Jokowi yang meliputi Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Termasuk, data yang digunakan untuk menetapkan penerima kartu tersebut. Apakah menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) atau yang lain. “Kami belum tahu pakai data yang mana. Karena data BPS dan kami berbeda,” katanya.
Menurut Agus, diperlukan sinkorinisasi data jumlah warga miskin BPS dengan data Pemkot Solo. Selama ini, terjadi selisih data BPS dengan data yang dipegang Pemkot Solo dalam pendataan warga miskin. Pemkot Solo dalam pendataan warga miskin mendasarkan diri pada 25 parameter dan terus dipantau secara real time, bukan 14 parameter sebagaimana yang digunakan oleh BPS dan hanya di-update tiga tahun sekali. Terakhir, kata Agus, pendataan warga miskin Solo dilakukan 2011 lalu.
“Kalau BPS itu parameternya sama digunakan di seluruh Indonesia. Padahal karakteristik masing-masing daerah berbeda. Mestinya digunakan data pemerintah daerah (Pemda) karena yang tahu kondisi daerahnya,” katanya.
Agus berharap seandainya data yang digunakan adalah data BPS, maka saat pendataan, BPS diharapkan melibatkan pula Pemda setempat. Agus khawatir jika yang digunakan data BPS masih ada warga yang tercecer tidak menerima kartu sakti Jokowi itu.
Belum adanya sinkronisasi data juga berpengaruh terhadap jumlah penerima beras untuk rakyat miskin (raskin) di Solo. Data penerima raskin tidak sesuai dengan data BPS, sehingga masih ada warga miskin yang belum menerima raskin. “Warga miskin ini [belum terima raskin] akhirnya dikover Pemkot dengan raskinda [beras untuk rakyat miskin daerah],” katanya.