by Wahyu Prakoso Nugroho Meidinata - Espos.id Solopos - Rabu, 8 Juni 2022 - 13:39 WIB
Esposin, SOLO — Jembatan Mojo yang menghubungkan Kota Solo di Kecamatan Pasar Kliwon dengan Kecamatan Mojolaban di Kabupaten Sukoharjo ternyata dikenal sakral.
Hal ini diungkap oleh budayawan dari Kecamatan Pasar Kliwon, KRT Joko Wiranto. Bukan hanya sakral, jembatan tersebut juga dianggap bersejarah.
Maka dari itu, dia menyarankan pihak terkait untuk meminta izin serta menjaga sopan santun selama proyek rehabilitasi jembatan tersebut berlangsung.
Ia menyebut kesakralan Jembatan Mojo Solo ini dikarenakan terdapat bangunan cagar budaya berupa gapura Keraton Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo.
Ia menyebut kesakralan Jembatan Mojo Solo ini dikarenakan terdapat bangunan cagar budaya berupa gapura Keraton Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo.
Baca Juga: Makamnya di Gunung Sumbing, Ternyata Ki Ageng Makukuhan Bisa Terbang
"Kalau sudah berbicara keraton paling tidak di sana mau membangun kula nuwun dulu. Di sana merupakan tempat ada yang reksa, menunggu, ngopeni [merawat]," terang dia, Selasa (7/6/2022) petang.
Baca Juga: Segini Harga Sneakers Teguh Prakosa Saat Jadi Plh Wali Kota Solo
Oleh karena itu, Joko menyarankan sebelum proses rehabilitasi Jembatan Mojo Solo dilakukan, diawali terlebih dahulu dengan bancakan atau memetri, minimal dengan jenang merah, jenang putih, dan kembang tujuh rupa.
"Jenang abang dan jenang putih bermakna mengembalikan segala sesuatu pada asal muasal. Jenang abang nyimpang, jenang putih nyingkrih,” ujarnya.
Baca Juga: Hik, Wedangan, dan Angkringan, Mana yang Lebih Dulu Ada?
Hal ini dikarenakan Jembatan Mojo Solo dibangun di daerah tepian sungai yang dekat dengan tempuran--pertemuan dari dua buah sungai yang menjadi sungai utama.
Baca Juga: Lawu Diklaim Jadi Gunung Tertua di Pulau Jawa, Apa Buktinya?
"Konon, masyarakat Jawa kuno percaya bahwa di setiap tempuran Bengawan Solo dihuni oleh dayang yang dipelihara oleh orang sakti untuk menjaga desa. Sampai sekarang banyak tetua kita percaya bahwa orang yang tenggelam di tempuran dikarenakan akibat tindakan tidak sopan ketika berada di sana. Sebaliknya di tempuran juga banyak orang yang dibantu untuk mencari ikan ketika sudah kula nuwun dahulu sebelum memancing di daerah tersebut," ungkap dia.
Bukan hanya itu saja, area di bawah jembatan ini merupakan tempat yang digemari makhluk halus untuk tinggal sementara. Namun, mereka jarang menempati tempat ini secara permanen.
Baca Juga: Sejarah Ki Ageng Makukuhan, yang Makamnya Ada di Puncak Gunung Sumbing
"Kebanyakan hanya untuk singgah sementara. Meskipun begitu ada beberapa sosok yang dipercaya sebagai penunggu asli kretek ini. Salah satunya ada sosok gendruwo besar yang bersemayam di pohon besar yang terletak di bawah timur jembatan. Sosok ini merupakan sosok yang jahil karena sering menampakkan diri untuk menakut-nakuti orang di lokasi sekitaran jembatan ini," kata dia.