by Afifa Enggar Wulandari - Espos.id Solopos - Rabu, 23 Maret 2022 - 00:02 WIB
Esposin, SOLO -- Teater kampus menjadi salah satu ujung regenerasi dunia seni teater yang sempat vakum dari pertunjukan langsung selama pandemi Covid-19, termasuk di Solo.
Dengan banyaknya bidang keilmuan yang dipelajari, mahasiswa di teater kampus tentunya akan mempunyai penawaran-penawaran pada pembaruan kerja-kerja seni teater.
Momentum Hari Teater Dunia, Rabu (23/3/2022), diharapkan dapat menjadi refleksi bagi pelaku seni teater. Harapan itu disampaikan seniman sekaligus koordinator sarasehan Sala Hari Teater Dunia (Hatedu), Budi Rianto, saat berbincang dengan Esposin di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo, Selasa (22/3/2022).
Baca Juga: Mulai Besok, 19 Grup Teater Ramaikan Pentas Hari Teater Dunia di Solo
Baca Juga: Mulai Besok, 19 Grup Teater Ramaikan Pentas Hari Teater Dunia di Solo
Budi mengatakan ada hal-hal yang patut menjadi refleksi bagi kelompok teater kampus. Salah satunya perihal pewarisan keilmuan dalam organisasi.
Budi berpesan teater kampus harus membuka diri, belajar dari berbagai wadah teater di luar kampus. Hal itu guna menghindari kemandekan keilmuan di organisasi.
Baca Juga: Slamet Rahardjo hingga Embi C Noor akan Ramaikan Hari Teater Dunia Solo
Budi menambahkan meski kelompok teater membuka diri terhadap ruang-ruang belajar di luar kampus, mereka tak harus meninggalkan ciri 'laku' teaternya. "Tanpa menghilangkan identitas mereka ya. Kan ada, teater A cirinya pementasan komedi, teater B lebih ke abstrak, yang lain teater tradisi itu boleh dipertahankan," imbuh Budi.
Turah mengatakan pada momen Hari Teater Dunia 2022 kelompok teater seharusnya menyegarkan kembali ide-ide yang sempat tertunda saat pandemi Covid-19. "Sebetulnya refleksi tahun ini kami mencoba refresh lagi. Selama dua tahun seperti ada yang berhenti di pikiran," jelas Turah.
Baca Juga: Berjaya di Solo Era 1980-An, Apa Kabar Teater Gapit, Ruang, dan Tera?
Refleksi tersebut Turah sandarkan pada kebaruan yang lahir saat situasi pandemi, yaitu pertunjukan teater online. Turah menilai ada hal-hal dari teater yang hilang ketika pertunjukan online. Misalnya interaksi dengan penonton.
Namun pertunjukan online juga harus dinilai sebagai sebuah kebaruan. Suatu saat, imbuh Turah, pelaku seni teater pasti akan membutuhkan kanal-kanal video online untuk penyimpan arsip video pementasan. Artinya, pelaku seni teater harus adaptif pada situasi yang sedang dihadapi.
"Dua tahun ini diberi ruang baru, pertunjukan daring, yang akhirnya ada hal yang terlewatkan dalam peristiwa teater. Beda dengan pertunjukan langsung. Peristiwa teater kan enggak bisa diulang, tidak bisa di-cut. Itu yang hilang, tapi ya ini jadi alternatif. Barangkali suatu saat mereka butuh itu untuk melihat arsip-arsip mereka," ujarnya.