Langganan

HARTA KARUN SUKOHARJO : Inilah Kisah Pemburu Harta di Kuburan Tua Joho - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Aries Susanto Jibi Solopos  - Espos.id Solopos  -  Sabtu, 15 November 2014 - 08:00 WIB

ESPOS.ID - More than just publish.

Esposin, SUKOHARJO--Gunadi sama sekali tak menyangka, petualangannya sebagai pemburu harta terpendam di kuburan tua akhirnya kandas di tengah jalan. Persoalannya sangat sepele. Bukan karena ia takut aparat atau kuwalat mengambil harta si mayat.

Melainkan karena ia mulai mengenal lawan jenis di kampus tempat ia menimba ilmu. “Gara-gara cewek, saya akhirnya berhenti [memburu harta terpendam]. Masa’ kuliah, kerjanya nyari harta orang mati,” ujar Gunadi tersenyum saat berbincang dengan Espos di kediamannya RT 002/ RW 005 Kampung Seliran, Kelurahan Jetis, Sukoharjo, Kamis (13/10/2014).

Advertisement

Jauh sebelum ia mengenal bangku kuliah di Institus Seni Indonesia (ISI) Solo, Gunadi adalah seorang yang telah malang melintang sebagai pemburu harta terpendam (1986-1997). Bersama kakeknya, almarhum Taruno, lelaki berusia 40-an tahun itu menjadikan kuburan kuno sebagai sasaran utamanya.

Tak hanya di Sukoharjo, sejumlah daerah yang diyakini memiliki magnet kuat bekas kuburan kuno pun ia datangi. Cukup sekali ayun cangkul, kata dia, ia dan kakeknya bisa langsung mendapatkan manik-manik.

Advertisement

Tak hanya di Sukoharjo, sejumlah daerah yang diyakini memiliki magnet kuat bekas kuburan kuno pun ia datangi. Cukup sekali ayun cangkul, kata dia, ia dan kakeknya bisa langsung mendapatkan manik-manik.

“Kakek saya itu memang jago mencari harta di kuburan kuno. Nah, saya ketularan hobi kakek itu. Sangat menyenangkan,” kenangnya seraya menyebutkan salah satu kehebatan kakeknya ialah mengenali struktur tanah.

Topeng Emas Kakeknya tahu betul struktur tanah kuburan kuno dengan tanah alami yang sama sekali belum pernah digali. Sudah banyak harta terpendam yang berhasil ditemukan Gunadi bersama kakeknya selama ini. Ia pernah menemukan manik-manik sebesarhandphone, berlian komplit dan utuh, gelang perunggu, anting badong, erbela [peti nayat], hingga yang paling monumental ialah topeng emas.

Advertisement

Meski demikian, imbuhnya, temuan-temuan benda yang unik, indah, dan dianggap memiliki nilai jual tinggi, tetap dijual kakeknya kepada para pengepul. Gunadi sama sekali tak tahu, siapa lagi orang yang menadahi barang-barang yang didapat dari makam tua itu.

“Katanya sih dijual lagi ke Bali, lalu dijual ke luar negeri, seperti Singapura. Tapi, saya juga tak persis. Saat itu saya masih anak-anak,” terangnya.

Memang tak ada standar baku atas harga benda purbakala. Menurut Gunadi, yang menentukan harga benda ialah pembeli atau pengepul setelah melihat langsung keunikan dan keindahan barang temuan.

Advertisement

“Untuk sebiji manik, saat itu dihargai Rp3.000. Tapi, manik yang sebesarhandphone dibeli Rp500.000,” kenang Gunadi mengisahkan transaksi jual beli kala itu tahun 1980-an.

“Tapi, kalau sudah di Bali atau luar negeri, tentu harganya sudah jauh lebih mahal,” paparnya.

Menurut Gunadi, perburuan harta terpendam kala itu menjadi sesuatu yang amat wajar. Bahkan, Gunadi dan kakeknya pernah menemukanterbela (peti) utuh di Joho, sekitar terminal yang disaksikan aparat polisi. Saat itu, kisahnya, aparat ikut menyaksikan karena temuan itu begitu menghebohkan. “Tapi, kemudian oleh kakek dikembalikan dan tak jadi diambil,” kisahnya.

Advertisement

Demi Uang Kewajaran itu tak terlepas dari kisah kelam sebelumnya di mana banyak masyarakat kelaparan di era penjajahan Jepang. Akhirnya, banyak warga yang nekat mencari harta di kuburan demi mendapatkan uang.

“Kalau dari cerita kakek saya, asal muasal orang berburu harta mayat itu karena kekejian penjajahan Jepang yang membuat orang sulit carui makan,” tambahnya.

Ada banyak cara yang dilakukan para pemburu harta terpendam jika suatu saat temuannya dipersoalkan aparat. Misalkan, jika kepingan emas yang ditemukan, maka terlebih terlebih emas itu ditekuk dan dipotong sebelum dikembalikan ke negara. “Kadang, orang-orang bilang, cuma menemukan tulang belulang saja kok,” kisahnya.

Meski telah meninggalkan profesi lamanya, Gunadi mengaku tetap memiliki kepedulian atas benda-benda purbakala atau antik. Kepada Esposin ia menunjukkan salah satu harta kuburan kuno yang masih tersisa di rumahnya. “Ini gelang kaki kuno. Ini peninggalan almarhum kakek saya yang masih tersimpan. Yang lainya, sudah dijual semua.”

Advertisement
Rini Yustiningsih - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif