by Kurniawan - Espos.id Solopos - Minggu, 6 Maret 2022 - 17:29 WIB
Esposin, SOLO -- Anggota Komisi IV DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV Jateng (Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri) dari PKB, Luluk Nur Hamidah, mengkritik keras kebijakan pemerintah terkait tata niaga kedelai.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menilai kelangkaan maupun tingginya harga kedelai yang membuat pengrajin tahu dan tempe sengsara merupakan persoalan yang terus berulang tiap tahun.
Hal itu menurutnya karena politik pangan dan politik agrikultur yang belum baik. Pendapat itu disampaikan Luluk saat berbincang dengan wartawan di Solo, pekan lalu.
Baca Juga: Elektabilitas Muhaimin Iskandar Rendah? Ini Kata Politikus PKB Soloraya
“Masih ada kesenjangan luar biasa antara keinginan untuk mewujudkan kemandiraian dan kedaulatan pangan di satu sisi, dan langkah-langkah pendek yang hanya berorientasi kepada ketahanan pangan yang bertumpu kepada importasi,” urainya.
Lebih parah lagi, politikus PKB itu mengatakan kesenjangan itu bahkan semakin lebar dari tahun ke tahun. “Akhirnya terjadi keasyikan di sana, enjoy dengan pemenuhan pangan yang bertumpu pada importasi. Masa sih urusan pangan sehari-hari harus bergantung kepada negara lain. Ini tentang perut kita loh, perut rakyat, anak-anak kita,” sambungnya.
Baca Juga: Perempuan Politikus PKB Ini Kecam Invasi Rusia ke Ukraina
Namun pada praktiknya bahan baku pembuatan tahu dan tempe Indonesia 80 persen lebih dari impor. Luluk juga menyoroti salah urus komoditas kedelai nasional.
Seperti dengan dikeluarkannya kedelai dari daftar komoditas strategis nasional yang membuat tak adanya perlindungan untuk komoditas itu. Kebijakan itu membuat kedelai tidak menjadi komoditas yang dilindungi. Akhirnya, pasar kedelai menjadi sangat bebas untuk impor.
“Celakanya lagi, kita melakukan importasi paling besar dari Amerika. Ironisnya, kita kan menolak GMO [genetically modified organism], kan ini rekayasa genetik pangan. Bahkan diharamkan menurut ahli agama. Gereja Katolik dunia juga mengharamkan GMO. Tapi kedelai yang kita datangkan dari hasil GMO,” kata politikus PKB wilayah Soloraya itu.
Baca Juga: Acara Pernikahannya di Solo Bikin Heboh, Anggota DPR Luluk Nur Hamidah Minta Maaf
Hal itu membuat urusan kedelai harus melalui mekanisme pasar. “Ini kan mengerikan. Padahal ketika masih diurus Bulog, dan negara ikut campur, ada pengendali harga dan pengendali tata niaganya. Kemudian petani mendapatkan insentif, harga yang cukup besar. Sehingga petani mau tanam kedelai. Hasil bagus, harga jual tinggi. Tapi sekarang yang terjadi, petani tak mau tanam kedelai,” urainya.
Padahal di sisi lain, Luluk menerangkan kedelai lokal Indonesia memiliki rasa terenak di dunia, walau ukurannya kecil-kecil. “Benih kita belum kompetitif hasilnya 1,4 ton per hektare. Ya pasti rugi dengan biaya produksi sangat mahal, tapi harga jual murah. Padahal rasanya nomor satu dunia, paling enak kedelai kita, lebih berasa, lebih legit,” ujarnya.