by Muhammad Diky Praditia - Espos.id Solopos - Jumat, 30 Agustus 2024 - 18:34 WIB
Esposin, WONOGIRI -- Musim panen kopi di Kabupaten Wonogiri mundur jauh dibanding biasanya. Hasil panen kopi petani juga menurun. Padahal harga jual kopi sedang tinggi mencapai Rp65.000/kg hingga Rp85.000/kg.
Hal ini membuat para petani tak banyak mendapat untung. Turunnya hasil panen kopi itu disebut tak lepas dari dampak anomali cuaca El Nino pada 2023 lalu.
Petani kopi robusta di Kecamatan Puhpelem, Wonogiri, Mulyono, saat dihubungi Esposin, Jumat (30/8/2024), mengatakan normalnya buah kopi mulai bisa panen pada bulan Mei setiap tahunnya. Kemudian sebulan berikutnya panen raya. Namun, tahun ini tidak demikian.
Menurutnya, pada 2024 ini tidak ada musim panen raya. Kematangan biji kopi tidak merata di setiap kebun. Musim panennya pun mundur. Mulyono baru bisa panen pada Juli dan Agustus. Hasil panen kopi pada tahun ini bahkan cukup mengecewakan karena kuantitasnya sangat berkurang.
Menurutnya, pada 2024 ini tidak ada musim panen raya. Kematangan biji kopi tidak merata di setiap kebun. Musim panennya pun mundur. Mulyono baru bisa panen pada Juli dan Agustus. Hasil panen kopi pada tahun ini bahkan cukup mengecewakan karena kuantitasnya sangat berkurang.
”[Hasil panen kopi] turunnya jauh banget. Enggak tahu ini ada tiga kuintal atau tidak. Saya tidak terlalu yakin. Biasanya, tahun lalu panenan [kopi] saya bisa sampai satu ton,” kata Mulyono.
Dia menyampaikan penurunan kuantitas dan mundurnya masa panen kopi ini sebagai dampak dari cuaca yang tidak menentu. Tahun lalu, terjadi kemarau panjang sehingga pohon kopi tidak berbunga secara optimal.
Mulyono sangat menyayangkan kondisi tersebut apalagi saat ini harga kopi sedang tinggi. Biji kopi mentah kualitas asalan atau petik hijau saja dihargai Rp65.000/kg di tingkat petani.
Sedangkan biji kopi mentah yang dipetik merah atau sudah matang harganya mencapai Rp85.000/kg di tingkat petani. Harga itu meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun lalu. “Ya masih bisa untung, tetapi tidak banyak. Karena ya ini, hasil panennya turun banyak sekali,” ujarnya.
Masalah lain, kata dia, saat ini pohon-pohon kopi sudah mulai berbunga. Akan tetapi, sekarang sudah tidak ada hujan. Ini bisa berakibat pada hasil panen kembali menurun atau bahkan gagal pada tahun depan. Biasanya saat musim pohon berbunga masih ada hujan.
Waktu panen yang mundur dan menurunnya hasil panen kopi ini juga berdampak terhadap kedai-kedai kopi di Kabupaten Wonogiri yang biasa menggunakan biji kopi lokal.
Pemilik kedai dan roastery kopi Wonogirich, Yosep Bagus, mengatakan tahun ini cukup sulit mendapatkan kopi-kopi lokal Wonogiri karena produksinya menurun.
Di sisi lain, para petani kopi seperti di Kecamatan Jatiroto, Puhpelem, dan Bulukerto hanya bisa panen sedikit-sedikit secara bertahap. Hal ini lantaran kopi mereka tidak bisa panen raya. Menurut bagus, panen secara bertahap ini sebenarnya tidak teralu masalah asal petani tetap menjaga kualitas kopi mereka.
Masalahnya dengan kondisi seperti ini para petani itu terkadang lebih memilih memanen kopi secara asalan. Apalagi harga kopi asalan sudah dihargai tinggi dan banyak dicari orang meski kualitasnya rendah.
“Kami akhirnya ya terpaksa ambil sedikit-sedikit juga dari para petani dan memilih kopi yang benar-benar berkualitas baik,” kata Bagus saat ditemui Esposin di kedainya, Jumat.
Hal yang sama disampaikan pemilik kedai Javaholic Kopi di Kecamatan Selogiri, Ian. Pria itu harus membeli kopi dari luar daerah seperti Temanggung dan Malang sebagai alternatif lantaran sulitnya mendapatkan kopi Wonogiri.
”Saat ini hasil kopi Wonogiri juga kualitasnya lagi kurang bagus karena pengaruh cuaca yang tidak menentu,” katanya.
Dinas Pertanian (Dispertan) Wonogiri mencatat pada 2023 produksi kopi robusta Wonogiri mencapai 48,6 ton/tahun. Angka itu hanya mencatat kopi yang ditanam di lahan perorangan. Sementara sebagian petani menanam kopi di lahan Perum Perhutani dengan skema kerja sama bagi hasil.