by Redaksi - Espos.id Solopos - Sabtu, 24 Oktober 2009 - 21:53 WIB
Peran media dalam melakukan perlindungan terhadap korban perdagangan anak itu dibahas dalam diskusi terbatas, yang diselenggarakan Yayasan Kakak di Riyadi Palace Hotel, Solo, Sabtu (24/10). Diskusi dihadiri aktivis lembaga yang konsen terhadap perlindungan anak dan juga sejumlah insan pers. Aktivis Asia Against Child Trafficking (ACTs), Nannet mengatakan perlunya sebuah forum para jurnalis dan lembaga swadaya masyarakat atau NGO guna merumuskan bersama strategi tentang pemberitaan atau pelaporan yang terkait dengan perdagangan anak.
Sementara aktivis dari Yayasan Setara, Hening Budiyawati mengatakan dalam pemberitaan seputar korban perdagangan anak, jurnalis hendaknya tidak memuat identitas si korban. Baik nama maupun alamat si korban. Menurutnya, identitas berupa alamat seringkali masih dicantumkan dalam pemberitaan atau pelaporan.
"Padahal, bila alamat itu dicantumkan dalam sebuah pemberitaan, bukan tidak mungkin pihak pelaku masih bisa melacak atau mengejar si korban," papar Hening.
Manager Divisi Anak Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati menambahkan upaya mencegah kalangan anak menjadi korban eksploitasi sebenarnya juga bisa dilakukan kalangan dunia pendidikan, yaitu pihak sekolah. Misalnya mencegah terjadinya siswa yang dikeluarkan karena bermasalah di sekolah.
Shoim menyebutkan pihaknya telah mendampingi sebanyak 111 anak yang menjadi korban eksploitasi, yang mengarah pada seks komersial. Dari jumlah tersebut sekitar 60% hingga 75% merupakan anak putus sekolah.
"Beberapa di antaranya dikeluarkan dari sekolah. Kami berharap pihak sekolah mempunyai jalan keluar, selain mengeluarkan siswa dari sekolah. Mereka yang dikeluarkan dari sekolah itu akhirnya masuk ke lingkungan yang tidak baik. Sebab, si anak cenderung akan mencari tempat yang bisa menerima mereka apa adanya," terang Shoim, ketika ditemui Espos seusai diskusi.
iik