by Muh Khodiq Duhri - Espos.id Solopos - Jumat, 5 Februari 2021 - 09:56 WIB
Esposin, SRAGEN-- Desa Sukorejo di Kecamatan Sambirejo, sudah dikenal sebagai sentra pertanian organik di Sragen. Desa ini kerap menjadi jujukan akademisi untuk meneliti pertanian organik. Desa ini juga kerap menjadi rujukan studi banding desa lain yang berminat mengembangkan sistem pertanian organik.
Di balik kisah sukses itu, ada perjuangan berat para petani setempat. Demi menjaga tanaman padi tetap subur, para petani harus mengangkut pupuk kandang dari rumah menuju sawah dengan jarak yang lumayan jauh. “Pertanian organik itu memang berat di ongkos tenaganya. Karena rata-rata kandang ada di rumah petani, mereka harus mengangkut pupuk kandang itu secara manual menuju sawah yang jaraknya cukup jauh,” papar Kepala Desa (Kades) Sukorejo, Sukrisno, kepada Esposin, Kamis (4/2/2021).
Selain menyangkut ongkos tenaga, faktor ketersediaan air juga menjadi persoalan tersendiri.
Baca juga: 3 Sungai Meluap Picu Banjir di 8 Desa di Sragen, 120 Ha Sawah Terendam
Atas dasar itu, Pemerintah Desa (Pemdes) Sukorejo, berencana mengembangkan inovasi untuk menjawab dua permasalahan yang dihadapi petani tersebut. “Kami ingin di area persawahan ada kandang ternak dan kolam lele. Kotoran ternak itu bisa diolah menjadi biogas dan dijadikan pakan lele. Selanjutnya, air dari kolam itu dialirkan ke persawahan dengan bantuan tenaga kincir yang digerakkan mesin bertenaga gas dari kotoran ternak. Kotoran ternak itu punya kemampuan untuk mengikat air di tanah,” ujar Sukrisno.Sukrisno menjelaskan inovasi itu sudah diterapkan di tanah bengkok yang ia kelola. Hasilnya, tanaman palawija yang diberi pupuk organik itu tumbuh subur dan tahan terhadap hama penyakit.
Baca juga: Bukan 12 Tahun, Ini Usia Sebenarnya Bocah Perempuan Menikah Dini di Sukodono Sragen
Disinggung kapan inovasi itu mulai dilaksanakan, Sukrisno menjawab setelah anggaran dari Pemkab Sragen cair. “Menunggu anggaran cair. Sekarang masih dalam masa peralihan CMS [cash management system],” terang Sukrisno.