by Muhammad Diky Praditia - Espos.id Solopos - Senin, 28 Agustus 2023 - 19:49 WIB
Esposin, WONOGIRI -- Paguyuban Pedagang
Ketua Paguyuban Pedagang CFS Wonogiri, Aswin Asmoro Ady, mengatakan pertimbangan Pemkab mengubah jadwal pelaksanaan kegiatan itu berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan selama ini. Hasil evaluasi itu berisi poin-poin kendala atau permasalahan di CFS.
Berdasarkan data laporan hasil evaluasi pelaksanaan CFS yang diterima Esposin, ada empat poin permasalahan yang dijelaskan dalam laporan tersebut. Empat poin itu meliputi berkurangnya komitmen peserta CFD untuk menaati aturan yang telah disepakati ihwal jam operasional, lokasi, dan larangan penggunaan kendaraan bermotor.
Poin lainnya, muncul pengemis dan pengamen di lokasi CFS. Selanjutnya, pemanfaatan alun-alun untuk kegiatan kesenian dan olahraga dinilai belum maksimal. Selain itu, lokasi CFS di sebelah timur sepi.
Poin lainnya, muncul pengemis dan pengamen di lokasi CFS. Selanjutnya, pemanfaatan alun-alun untuk kegiatan kesenian dan olahraga dinilai belum maksimal. Selain itu, lokasi CFS di sebelah timur sepi.
Dari hasil evaluasi itu, muncul kesimpulan beberapa rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan CFS atau CFD Wonogiri, antara lain pelaksanaan CFS dilaksanakan dua pekan sekali mulai Minggu (3/9/2023). Kendaraan layanan publik tidak lagi di sekitar Patung Sukarno, tetapi bergeser di depan kantor DPRD Wonogiri.
Selain itu pengamen dan pengemis ditegur agar tidak beraktivitas di CFS. Menurut Aswin, berdasarkan hal itu, kebijakan mengubah jadwal CFS menjadi dua pekan sekali sama sekali bukan solusi dari permasalahan tersebut.
“Sebenarnya, membuat solusi tanpa mengubah jadwal itu kan bisa. Bagi saya pribadi dan teman-teman pedagang CFS lain, kebijakan ini tidak adil dan tidak solutif,” kata Aswin kepada Esposin, Senin (28/8/2023) sore.
Aswin mengklaim sebenarnya poin-poin evaluasi itu hasil dari evaluasi internal paguyuban pedagang CFD yang diserahkan ke dinas terkait di Pemkab Wonogiri. Begitu pula beberapa rekomendasi dari poin evaluasi itu ide dari paguyuban pedagang.
Misalnya rekomendasi mobil pelayanan publik agar bergeser ke depan Kantor DPRD Wonogiri. Lagi pula, kata Aswin, jika alasan perubahan jadwal itu karena pengunjung CFS sepi akhir-akhir ini, hal itu sangat janggal.
Sebab selama bertahun-tahun, setiap Juli-Agustus CFS sudah pasti sepi pengunjung. Itu lantaran saat Juli banyak warga yang mengeluarkan uang untuk kebutuhan sekolah dan pekerjaan. Sementara saat Agustus, warga sibuk untuk kegiatan agustusan.
“Ini para pedagang kecewa. Apalagi banyak dari pedagang itu memang mengandalkan pemasukan dari jualan di CFS saja. Saat ini ada 364 pedagang aktif di CFS Wonogiri. Mereka akan mengalami pengurangan pemasukan dari kebijakan itu,” ucapnya.
Aswin memahami tujuan utama dari pelaksanaan CFD di Wonogiri untuk mengurangi emisi karbon dari asap kendaraan bermotor. Dia pun mengakui keberadaan pedagang di CFS sekadar mendompleng kegiatan tersebut. Tetapi dengan kebijakan yang janggal itu, dia menilai pedagang seperti diperlakukan tidak adil.
“Kalau memang CFS sekalian tanpa pedagang malah tidak apa-apa. Itu sesuai dengan tujuannya, benar-benar mengurangi emisi. Tetapi kami harapkan bisa disediakan wadah lain untuk para pedagang ini berjualan,” ucapnya.
Aswin menambahkan dengan kebijakan Pemkab Wonogiri itu, dia dan sekitar 37 pedagang lain berencana berjualan di CFD Sukoharjo demi mendapatkan pemasukan.
Sementara itu, salah satu warga Wonogiri yang rutin berkunjung ke CFS, Eko Purnomo, mengaku tidak masalah dengan perubahan jadwal CFS yang semula sepekan sekali menjadi dua pekan sekali pada Minggu pagi. Dia beralasan kedatangannya pada hampir setiap CFS bertujuan untuk olahraga.
Adapun kegiatan membeli jajan hanya untuk sampingan setelah olahraga di alun-alun selesai. “Karena saya bukan pedagang, ya saya tidak masalah dengan kebijakan itu. Kalau saya, selama alun-alun tetap dibuka untuk olahraga, meski tidak ada CFS, ya tidak masalah,” kata warga Kaloran, Giritirto, Wonogiri itu.