Esposin, KLATEN -- Warung kejujuran yang dirintis warga lereng Merapi, RT 027/RW 009, Dukuh Mbangan, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Klaten, mampu bertahan selama 14 tahun berkat prinsip saling percaya dari seluruh warga.
Bahkan, meski warung kejujuran itu tak pernah dijaga dan warga melayani serta membayar sendiri barang yang dibeli, warung tersebut tak pernah merugi. Warung tersebut selalu meraup untung.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Keuntungan yang didapat warung tak sekadar digunakan untuk bagi hasil anggota. Hasil keuntungan bisa digunakan untuk piknik warga sekampung setiap tahun serta membeli aset berupa dua ekor sapi.
RT 027/RW 009, Dukuh Mbangan, merupakan salah satu perkampungan paling atas di lereng Gunung Merapi wilayah Kabupaten Klaten. Kampung itu dihuni 26 keluarga atau sekitar 80-90 jiwa. Jarak kampung itu dengan pusat pemerintahan Kabupaten Klaten sekitar 20 kilometer (km).
Warung tersebut menerapkan prinsip kejujuran. Tidak ada penjaga warung yang buka 24 jam setiap hari itu. Warga yang datang untuk berbelanja mengisi buku di dalam warung. Mereka membayar barang yang dibeli dan uangnya dimasukkan ke wadah yang disediakan.
Mereka yang utang dulu ketika membeli mengisi di buku catatan dan diberi kolom khusus. Ketika ada warga yang sudah sepuh membeli barang di warung itu, warga lainnya membantu mengambilkan barang atau membungkuskan. Warung tersebut dikelola seluruh ibu-ibu di RT 027.
Meski tak dijaga, warung itu selalu untung. Setiap tahun ada bagi hasil keuntungan. Selain itu, ibu-ibu yang berbelanja untuk kebutuhan warung mendapatkan pengganti berupa peralatan dapur hingga sembako setiap setahun sekali. Keuntungan dari warung juga bisa untuk membiayai piknik satu kampung.
“Bulan ini mau piknik. Setiap tahun memang kami ada piknik satu kampung dan yang membiayai ibu-ibu dari hasil pengelolaan warung. Kalau kami [karena tinggal di pegunungan] pikniknya ya ke pantai,” jelas pendamping pengurus warung kejujuran, Sarjino, saat ditemui Esposin di Desa Sidorejo, Minggu (4/8/2024).
Dari hasil pengelolaan warung kejujuran, ibu-ibu memiliki aset bersama berupa dua ekor sapi. Kedua ekor hewan ternak itu kini dipelihara warga yang tak memiliki ternak dan dikelola dengan sistem bagi hasil alias gaduh.
Prinsip Saling Percaya
“Kalau total aset koperasi [warung kejujuran] saat ini lebih dari Rp50 juta. Awalnya dari modal iuran Rp5.000 per orang setiap bulan,” jelas Sarjino.Warung kejujuran tersebut sudah ada sejak 2010, saat warga pulang dari pengungsian dan mulai menata hidup di tempat tinggal mereka pascaerupsi Gunung Merapi. Dukuh Mbangan menjadi salah satu wilayah di sisi paling atas perkampungan di lereng Merapi.
Sarjino menjelaskan warung kejujuran bermula dari hal sederhana. "Biasanya di kampung orang belum tentu punya uang tetapi kebutuhan rumah tangga harus selalu ada. Akhirnya cari jalan bagaimana mengakomodasi kebutuhan warga," kata Sarjino.
Akhirnya, warga yang digawangi ibu-ibu menggalang iuran. Setiap pertemuan sekali dalam sebulan, mereka mengumpulkan uang Rp5.000 per orang. Jumlah total ibu-ibu di kampung itu yakni 26 orang sesuai jumlah keluarga yang tinggal di RT 027, Dukuh Mbangan.
Hasil iuran kemudian dibelanjakan berbagai barang kebutuhan dasar keluarga seperti sembako. Mereka awalnya menggelar lapak di pinggir jalan kampung sekaligus saat pertemuan.
"Kemudian terus berkembang. Akhirnya bikin tempat rumah kecil [bangunan semipermanen]. Sekarang sudah bikin tempat permanen," kata Sarjino.
Aset warung terus berkembang. Warung permanen yang dibangun juga dibiayai dari hasil keuntungan. Warung itu bisa eksis hingga 14 tahun ini karena prinsip saling percaya di antara warga. Warga menjadikan warung itu sebagai tempat usaha bersama dan mereka saling menjaga eksistensi warung.
"Koperasi itu dianggap saja satu keluarga. Sama-sama saling memiliki. Modal dari mereka keuntungan juga untuk mereka. Masak mau tidak berlaku jujur? Saat ini asetnya Rp50 juta. Dulu modalnya ya hanya Rp5.000 per orang saja," kata Sarjino.
Semangat mengelola warung itu sesuai nama kelompok usaha bersama (Kube) yakni Ngudi Rukun. Nama itu memiliki arti berharap kerukunan. “Ketika sudah jujur dan rukun, kampungnya aman kan,” jelas Sarjino.