Esposin, SUKOHARJO-Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Harmoni di Kampung Klurahan, Kecamatan Sukoharjo, Sukoharjo, menjadi tempat karantina dan konservasi burung hantu atau yang dikenal dengan nama latin Tyto alba.
P4S Harmoni kerap dikunjungi instansi/lembaga pemerintah dan kelompok tani yang ingin menyerap ilmu mengenai pengembangbiakan burung hantu yang menjadi predator alami hama tikus di pertanian.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Ketua P4S Kampung Klurahan, Sukoharjo, Kardiman, mengatakan upaya karantina burung hantu dilakukan sejak 2013. Kala itu, banyak petani yang mengeluhkan serangan hama tikus di lahan pertanian yang kian merajalela. Kalangan petani merugi besar lantaran hasil panen tak maksimal akibat serangan hama tikus.
“Kemudian, para petani berinisiatif untuk melakukan karantina burung hantu. Awalnya tidak terlalu banyak. Karena tujuannya hanya mengurangi hama tikus di sawah,” kata dia, saat berbincang dengan Esposin, Jumat (26/7/2024).
Para petani juga membangun rumah burung hantu (rubuha) di sejumlah lokasi di areal persawahan. Burung hantu tinggal di rubuha-rubuha di areal lahan pertanian. Biasanya, Tyto alba mencari mangsa pada malam hari. Tyto alba memiliki daya jelajah sejauh lebih dari 10 kilometer.
Setelah ada burung hantu, hasil panen padi lebih maksimal sehingga memberi keuntungan besar bagi para petani. “Kemudian, rubuha-rubuha ini diadopsi para petani di daerah lain seperti Tawangsari, Nguter, Weru, dan Polokarto. Mereka juga memelihara burung hantu untuk mengurangi serangan hama tikus,” ujar dia.
Di wilayah Kecamatan Sukoharjo, ada sekitar 300 rubuha yang tersebar di setiap kelurahan. Namun, tak semua rubuha dalam kondisi bagus karena sudah berusia lebih dari lima tahun. Bila diasumsikan satu kecamatan memiliki 300 rubuha maka total jumlah rubuha di Sukoharjo diperkirakan sekitar 3.600 rubuha.
Berkat keberhasilan melakukan karantina burung hantu yang berimplikasi pada peningkatan produksi padi, tak sedikit pengurus gapoktan dari daerah lain berkunjung ke lokasi karantina Tyto alba yang dikelola P4S Harmoni Sukoharjo. Mereka ingin belajar cara memelihara dan konservasi Tyto alba yang efektif membasmi hama tikus di lahan pertanian.
Selain petani, kalangan birokrasi pertanian juga acapkali mengunjungi lokasi karantina Tyto Alba tersebut. Mereka ingin studi banding sekaligus mengadopsi cara pengembangbiakan Tyto alba agar bisa diterapkan di daerah lain. “Ada yang dari Blora, Gunungkidul hingga Jawa Barat. Belum lagi dari Kementerian Pertanian [Kementan]. Saya juga sering mendapat undangan menjadi pemateri terkait pengembangbiakan burung hantu di acara atau kegiatan pertanian,” tutur seorang petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo, Sri Wijiastuti.