by Andi Sumarsono Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Selasa, 4 Desember 2012 - 17:09 WIB
WONOGIRI--Sejumlah petani Desa Bubakan, Girimarto, meradang karena masa tanam akan segera dimulai, sementara sejumlah saluran air untuk irigasi rusak. Hal itu berdampak aliran air tidak bisa mengalir maksimal. Selain masalah itu, sejumlah petani mengeluhkan harga bibit padi di Girimarto yang melonjak.
Petani warga Dusun Sikalas, Desa Bubakan, Rakimin, mengatakan, rusaknya saluran irigasi tersebut memiliki dampak fatal karena air hujan itu seharusnya bisa mengalir ke pematang sawah, namun saat hujan tiba, air malah meluap ke jalanan.
“Masak kami harus selalu swadaya, kami harap pemerintah memperhatikan kami warga pinggiran,” jelasnya saat ditemui espos.id di Desa Bubakan, Selasa (4/12/2012). Petani lain, Kasno, mengatakan harga bibit padi setiap ukuran lima kilogram naik dari Rp44.000 menjadi Rp48.000.
Menurutnya, kenaikan itu menjadi kendala karena modal untuk menanam serba terbatas. “Kami tanam sudah dua kali, yang pertama gagal total karena waktu tanam tidak tepat ,” jelasnya. Dia berharap masa tanam kali ini berhasil dan sejumlah kendala-kendala mendapat perhatian pemerintah.
Koordinator Pengairan Energi Sumber Daya Mineral (PESDM) Girimarto, Sumarno membenarkan banyaknya saluran irigasi yang rusak. Dia menuturkan sebanyak 60 saluran air persawahan mengalami kerusakan. Selain itu, 20 daerah irigasi di Girimarto juga rawan potensi rusak.
Menurutnya, tahun ini Girimarto mendapat bantuan dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp280 juta untuk perbaikan 10 titik saluran air. Namun, dana itu belum cukup untuk perbaikan seluruhnya.
Masalah lain, kata Sumarno, sejumlah petani juga mengeluhkan beberapa ladang yang rawan longsor. Menurutnya, sebagian wilayah atau 50% lahan pertanian di Girimarto rawan longsor. “Tadi saja sawah di bagian tebing Desa Semagar longsor,” ujarnya saat ditemui espos.id di ruang kerjanya, Selasa.