Langganan

300 Tumpeng Diperebutkan dalam Bersih Desa di Randu Kuning Sragen - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Tri Rahayu Jibi Solopos  - Espos.id Solopos  -  Jumat, 25 Agustus 2017 - 14:15 WIB

ESPOS.ID - Ratusan tumpeng dan jajanan pasar dikumpulkan di pelataran Punden Suto Ireng saat upacara tradisi sedekah desa di Dukuh Randu Kuning, Desa Krebet, Masaran, Sragen, Jumat (25/8/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Warga Randukuning Masaran Sragen menggelar upacara syukuran bersih desa.

Esposin, SRAGEN -- Ratusan warga berbondong-bondong mendatangi Punden Suto Ireng di Dukuh Randu Kuning, Desa Krebet, Kecamatan Masaran, Sragen, Jumat (25/8/2017) pagi. Masing-masing warga berjalan kaki sembari menyunggi encek berisi tumpengan nasi, lauk pauk, dan jajanan pasar.

Advertisement

Encek, sebuah tempat makanan yang dibuat dari anyaman bambu dan di bagian pinggirnya dibalut kulit pohon pisang setinggi 10 sentimeter. Encek kemudian diletakkan di pelataran punden. Warga pun mengelilingi encek yang berjajar rapi berjumlah 300 buah.

Keberadaan encek berisi aneka makanan itu merupakan bagian dari prosesi upacara tradisi syukuran bersih desa yang rutin digelar setiap selesai panen raya II. Upacara syukuran itu dipimpin sesepuh dukuh bernama Sastra Suwignyo didampingi Kepala Desa Krebet Anggun Mahardika. Para ketua RT dan RW juga duduk satu deret dengan Sastra.

Sastra pun memulai acara dengan menjelaskan maksud dan tujuan sedekah untuk tolak bala dan berharap keselamatan bagi warga Dukuh Randu Kuning. Sastra mengawali dengan berkisah tentang asal muasal Dukuh Randu Kuning. Cerita itu berawal dari lahirnya Mas Karebet di Pengging yang juga putra Kebo Kenanga atau Ki Ageng Pengging II dengan Dewi Rubiah.

Advertisement

“Saat itu Mas Karebet baru berumur lima tahun. Ayahnya meninggal dan diganti pakdenya Kebo Kanigara. Sebelum diboyong ke Tingkir, Mas Karebet dibawa ke Krebet ini. Dewi Rubiah menjadi janda Ki Ageng Pengging. Pindah ke Krebet ini menjadi Janda Kuning dan menamakan dukuh ini menjadi Randu Kuning. Kata randu berasal dari bahasa jawanya janda, yakni randa kemudian menjadi randu,” tambahnya.

Setelah sang sesepuh rampung bercerita, dilakukan doa oleh perwakilan santri dari Pondok Pesantren Darul Falah Krebet. Kemudian, ratusan tumpeng itu pun menjadi rebutan warga dan sisanya dibawa pulang.

“Setelah ini, nanti malam dilanjutkan dengan acara tayuban. Ledeknya diambil dari Walikukun, Ngawi, Jawa Timur. Ada empat orang ledek plus satu sinden. Nanti malam pasti ramai,” tambah Kades Krebet, Anggun Mahardika.

Advertisement
Advertisement
Rohmah Ermawati - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif