Esposin, SRAGEN -- Warga empat dukuh di Desa Banyurip, Kecamatan Jenar, Sragen, tak khawatir lagi kekurangan air bersih sejak adanya inisiatif pembuatan Instalasi Pengolahan Air Hujan (IPAH) hybrid yang diinisiasi Komunitas Banyu Langit Banyurip sejak 2019.
Inovasi IPAH hybrid itu awalnya diujicoba di dua RT Dukuh Ploso Ombo yang terletak di perbatasan Sragen-Grobogan dan berhasil, selama 2019-2021 tidak lagi mendapatkan pengiriman bantuan air bersih. Kemudian, inovasi masyarakat itu dikembangkan ke empat dukuh, yakni Dukuh Ploso Ombo, Kedu, Ngingkung, dan Bungkus.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Anggota Komunitas Banyu Langit Desa Banyurip, Jenar, Sragen, Jarwanto, kepada Esposin, Kamis (4/5/2023), mengungkapkan sekarang jumlah IPAH hybrid itu ada 66 unit yang terdiri atas 37 unit di Ploso Ombo, 11 unit di Kedu, 6 unit di Ngingkung, dan 12 unit di Bungkus.
Dia mengatakan pada 2023 ini ada tambahan 10 unit IPAH hybrid di Dukuh Bungkus sehingga nanti jumlahnya menjadi 76 unit.
“Sistemnya cukup mudah. Satu paket IPAH hybrid itu biayanya Rp5,5 juta per unit. Jadi air hujan dari talang air rumah warga dimasukkan ke dalam pipa penyaringan untuk menghilangkan keasaman air. Hasil penyaringan masuk ke tandon air dengan kapasita 1.100 liter. Bila penuh maka air masuk ke pipa pembuangan ke dalam sumur resapan sedalam 1 meter,” ujar Jarwanto.
Dia pernah mengambil air hasil pengolahan air hujan itu untuk uji laboratorium dan ternyata pH airnyanya cukup bagus antara 6-7. PH air adalah derajat keasaman atau kebasaan air.
Air netral memiliki pH di angka 7. Bila angka pH di bawah 7 akan asam dan sebaliknya bila lebih besar dari 7 maka akan basa.
“Kami berencana untuk pengadaan alat elektrolisa yang berfungsi untuk memisahkan air yang asam dan basa. Untuk air yang asam bisa untuk obat gatal dan yang basa bisa untuk air alkali untuk minuman ternak,” jelasnya.
Jarwanto menerangkan IPAH hybrid itu bertujuan tidak sekadar untuk mendapatkan air bersih bagi masyarakat tetapi juga untuk konservasi air karena adanya sumur resapan. Dia mengatakan khusus sumur resapan dengan kedalaman 3 meter dan diameter bus beton 80 cm sudah dibangun warga.
Dia menyebut ada 37 unit sumur resapan. Selain itu, Jarwanto juga melakukan reboisasi dengan penanaman bibit tanaman lindung, seperti beringin, gayam, aren, dan seterusnya, serta tanaman buah-buahan.
“Bibit buah itu ada 20.000 batang yang ditanam sejak 2019. Sekarang warga sudah tidak mendapat bantuan air bersih selama 3-4 tahun terakhir,” ujarnya.
Penyuluh Kehutanan Kecamatan Jenar Cabang Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah X Jawa Tengah, Sigit Murhofik, menyampaikan Desa Banyurip masuk 10 besar desa yang ikut dalam Lomba Kebersihan, Keindahan, dan Kerapian (K3) kategori permukiman.
Desa Banyurip disurvei langsung oleh tim penilaian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen, Rabu (3/5/2023) lalu.
“Yang dinilai mulai dari pengelolaan sampah, kesehatan, sampai mitigasi iklim. Di kesehatan, sanitasi rumah tangga diperhatian terutama dalam ketersediaan jamban. Di Banyurip ini 85% warga memiliki jamban dan tidak lagi buang air besar di sungai atau hutan. Fasilitas kesehatan juga memadai dan aksesnya mudah,” ujar Sigit.
Adaptasi mitigasi iklim, kata Sigit, ada inovasi masyarakat berupa IPAH hybrid dan sumur resapan untuk antisipasi kekeringan. Ada juga pengolahan kotoran hewan (kohe) menjadi biogas sehingga hemat energi.
“Sekarang ada 13 keluarga yang memanfaatkan biogas hanya cukup mengandalkan 1-2 ekor sapi sehingga tidak harus kandang komunal,” katanya.