Suasana di pelataran Candi Sewu, Kecamatan Prambanan, Klaten, Minggu (6/5/2012) siang, lengang. Ribuan umat buddha duduk bersila di atas tikar. Mata mereka terpejam. Mereka tampak begitu hikmad melakukan meditasi menjelang detik-detik waisak yang jatuh pada pukul 10.34.49 WIB. Suasana itu hanya berlangsung sekitar 10 menit.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
Setelah meditasi, terdengar bunyi sirine panjang sebanyak tiga kali. Pertanda meditasi telah usai. Seusai meditasi, ribuan orang di sana diperciki air suci oleh sejumlah bikhu. Air tersebut diambil dari Sendang Jumprit, Kabupaten Temanggung. Air itu lalu disemayamkan di Candi Lumbung.
Ribuan orang yang datang dari berbagai daerah dengan mengenakan kostum serba putih itu lalu memanjatkan doa. Setelah berdoa, bikhu pemimpin prosesi Puja Bakti, Romo Pandita Dhammananda, memotong tumpeng. Pemotongan dilakukan sebagai tanda bahwa prosesi waisak telah selesai. Selanjutnya, umat buddha yang hadir di sana pun makan bersama.
Sebelum semua prosesi tersebut dilakukan, paginya digelar penyalaan lilin pancawarna. Setelah itu, para bikhu mengelilingi Candi Sewu atau sering disebut Pradhaksina. Dalam kesempatan itu, bikhu Nyana Karuno, mengatakan bahwa pencerahan dalam kehidupan bisa dicapai bila manusia bukan hanya membebasakan dirinya sendiri dari penderitaan, tapi juga membebaskan sesama dan makhluk lain dari belenggu penderitaan.
Setelah semua prosesi waisak dilalui, perayaan tersebut diakhiri dengan penampilan tari Topeng Ireng yang dibawakan oleh para siswa SMP Smaratungga, Ampel, Boyolali. Selain itu juga disemarakkan pula dengan berbagai tampilan tari seperti kuda lumping dan reog dari berbagai kelompok seni.