Esposin, BOYOLALI -- Kabupaten Boyolali ternyata pernah memiliki dua gedung bioskop di era 1970-an hingga 1900-an. Hal itu berbeda dengan kondisi sekarang, di mana warga Boyolali yang ingin menonton film di bioskop kebanyakan harus datang ke Solo ataupun Sukoharjo.
Lurah Siswodipuran, Edi Pudjijanto, menyampaikan ia lahir dan besar di Siswodipuran, Kecamatan Boyolali. Lahir pada 1974, ia tumbuh di Siswodipuran dan menyaksikan dua bioskop pernah ada di dekat rumahnya.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Kedua bioskop tersebut adalah Sonosudoro Theater yang masih berada di Siswodipuran. Lalu, Boyolali Theater yang masuk Pulisen akan tetapi berbatasan dengan Siswodipuran.
Jarak rumah dan SD-nya ke Boyolali Theater juga lebih dekat dibandingkan Sonosudoro. Lantaran kedekatan jarak itu, Edi mengaku lebih sering datang ke Boyolali Theater.
Ia mengatakan saat ini area Boyolali Theater telah menjadi area gedung KFC Boyolali. Sedangkan, area gedung Sonosudoro telah menjadi Bank Jateng Cabang Boyolali. Saat ditilik lebih lanjut, jaraknya memang tidak sampai satu kilometer. Jika berkendara pun paling hanya satu sampai dua menit.
Edi tidak paham betul mengapa dua bioskop di Boyolali dulu terletak berdekatan. Yang jelas, kata dia, dulu empunya adalah orang kaya pada masanya. Setahunya, pemiliknya justru bukan asli Boyolali.
“Sonosudoro lebih dulu ada dibandingkan Boyolali Theater. Jadi kemungkinan Sonosudoro sekitar 1970-an sudah ada, terus Boyolali Theater mungkin sekitar 1980-an,” kata dia kepada Esposin, Sabtu (17/6/2023).
Saat itu, Edi mengatakan titik strategis perekonomian ada di sekitar Boyolali Theater. Dulu ada terminal yang sekarang menjadi area parkir Tugu Susu Tumpah, lalu Pasar Boyolali, di depan pasar ada deretan pertokoan besar pada masanya,
Ia menceritakan dulu masyarakat menganggap grade Boyolali Theater lebih tinggi dibandingkan Sonosudoro. Ketika Boyolali Theater telah memiliki pendingin ruangan, kursi empuk, dengan layar yang lebih lebar, kursi di Sonosudoro masih berupa kayu, tanpa pendingin ruangan, dan layarnya kecil.
Edi mengingat dulu orang juga masih sering merokok saat menonton film di Sonosudoro karena tidak ada pendingin udara.
“Terus karena kursinya masih kayu, kalau enggak beruntung ya itu ada tinggi [kutu]. Jadi saya pernah pulang dari nonton di sana sampai bentol-bentol,” ingat Edi sambil tertawa.
Edi mengatakan era kedua bioskop tersebut berakhir di waktu yang hampir bersamaan sekitar 1995-1998. Menurutnya, kedua bioskop tersebut menjadi tidak laku karena maraknya video compact disk (VCD).
Sehingga, orang-orang yang biasanya menonton di bioskop mulai beralih menonton dengan VCD. Lebih lanjut, Edi mengingat dulu harga tiket bioskop saat 1980-an masih di bawah Rp300 per buah. Saat hampir ditutup, harga tiket bioskop sekitar Rp1.500-Rp3.000 per buah.
Setelah tutup, Boyolali Theater sempat menjadi toko modern milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali bernama Swalayan Boyolali Tersenyum pada 2003. Kemudian, pada 2006 toko tersebut berhenti beroperasi.
Beberapa tahun kemudian, area swalayan dibongkar dan akhirnya menjadi KFC Boyolali pada 2020.
Terkait perubahan Sonosudoro Theater, salah satu warga yang dulu besar di Pulisen, Boyolali, Ody Dasa, mengungkapkan setelah bioskop itu tutup, gedungnya sempat menjadi kantor pemerintahan.
“Dulu saat masih jadi bioskop, pas booming dingdong [nama video game]. Belakang Sonosudoro itu ramai jadi tempat dingdong. Setelah bubar, jadi kantor apa gitu. Seingat saya, setelah itu juga sempat jadi tempat karaoke juga,” kata dia.
Setelah pembangunan Simpang Lama, kompleks bangunan yang di Sonosudoro hingga area timur ikut dibongkar, kemudian menjadi Bank Jateng Boyolali.
Sementara itu, salah satu warga Boyolali, Luqman Hakim, 19, mengatakan tidak tahu jika di Boyolali dulu ada bioskop. Ia mengaku jika biasanya ia menonton film di bioskop terdekat berada di Transmart Solo yang berlokasi di Pabelan, Sukoharjo. Namun, biasanya ia lebih sering menonton di wilayah Solo.
Ia biasanya memilih waktu menonton bioskop setelah pulang kuliah di Solo karena jaraknya lebih dekat dibanding dari Boyolali.
“Kalau misal mau ke bioskop, terus berangkat dari rumah, kalau enggak niat banget sih biasanya batal. Belum pas naik sepeda motor hujan, jadi milih hari lain atau pas sepulang dari kampus saja. Kalau dari rumah mungkin bisa perjalanan 30 menit sampai satu jam, tergantung jauh dekat, kadang lebih kalau ada kesendat di Bangjo Ngasem,” jelas dia.