Esposin, SOLO -- Polemik taksi online versus taksi konvensional di Solo masih berlanjut. Kini, sejumlah pengusaha taksi lokal Solo meminta pemerintah segera bertindak membatasi operasional taksi online berpelat hitam.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Jumlah taksi online dinilai sudah terlalu banyak dan dituding menganggu eksosistem usaha taksi di Solo. General Manager (GM) PT Gelora Taksi, Taka Ditya, mengatakan pada fase sekarang ini bisnis taksi reguler maupun taksi online sangat bergantung dengan keberanian pemerintah dalam menegakkan aturan yang sudah dibuat.
Jika pemerintah tidak segera turun tangan melakukan pembatasan operasional taksi online sesuai kuota, pengusaha atau pengemudi taksi lokal bisa terpancing untuk melakukan sweeping mandiri. Apabila terjadi, hal itu riskan menimbulkan konflik dan sengketa di lapangan.
“Sekarang sudah terjadi over supplay layanan taksi di Solo. Pada fese ini bisnis taksi baik reguler maupn online sama-sama terdampak. Yang perlu dilakukan sekarang untuk keluar dari situasi itu adalah pemerintah berani mengatur dan menegakkan hukum yang sudah dibuat jika tidak ingin terjadi konflik di lapangan,” kata Taka saat diwawancara Esposin, Minggu (25/2/2018).
Sebelumnya, Manajer Operasional PT Solo Central Taksi, Heru Purwanto, sebelumnya manyampaikan bahwa pada akhir Februari ini sudah ada 30 pengemudi Solo Taksi yang pergi tanpa kejelasan. Dia menduga para sopir pergi karena menyerah setelah kesulitan meraup untung lagi dengan bekerja sebagai pegemudi taksi konvensional.
Manajemen mencatat kini tinggal tersisa 70 pengemudi Solo Taksi yang bertahan. Dia meminta pemerintah bisa segera menegakkan kesepakatan yang diperoleh dengan para pengusaha taksi untuk memberikan kuota operasional taksi online pelat hitam di Soloraya hanya 100 unit.
Heru menyebut, yang terjadi di lapangan, bahkan tesiar kabar bahwa ada perkumpulkan pengemudi taksi online di Soloraya yang kini talah memilki anggota kurang lebh 700 orang.