Esposin, WONOGIRI -- Pengadilan Negeri (PN) Wonogiri menjatuhi hukuman pidana penjara selama 17 tahun kepada terdakwa Miyato, 47, dan 15 tahun kepada Yusroni, 51, atas kasus pencabulan terhadap 12 siswi salah satu Madrasah Ibtidaiyah di Wonogiri, Selasa (14/11/2023).
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Wonogiri, Christomy Bonar, mengatakan putusan majelis hakim PN Wonogiri itu sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Wonogiri. Putusan Majelis Hakim PN Wonogiri dengan dengan nomor perkara 73/Pid.Sus/2023/PN.Wng dengan terdakwa Miyato (eks kepala sekolah) berupa pidana penjara selama 17 tahun dan denda senilai Rp60 juta subsider enam bulan penjara.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Sedangkan untuk Yusroni (eks guru pendidikan agama Islam), putusan Majelis Hakim PN Wonogiri dengan nomor perkara 73/Pid.Sus/2023/PN.Wng menjatuhi pidana penjara 15 tahun dan denda senilai Rp60 juta subsider enam bulan penjara.
Tomy menyebut dakwaan itu itu mengacu pada Pasal 82 ayat (1), ayat (2), dan ayat. (4) Undang-Undang No.17/2016 tentang Perlindungan Anak (UUPA).
“Putusan itu sesuai dengan tuntutan kami [JPU Kejari Wonogiri]. Kami sangat mengapresiasi putusan Majelis Hakim PN Wonogiri,” kata Tomy kepada Esposin, Kamis (16/11/2023).
Tomy menjelaskan JPU Kejari Wonogiri menuntut pidana penjara terdakwa Miyato lebih tinggi daripada Yusroni lantaran dia menjabat sebagai kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, dia dinilai memiliki kewenangan lebih. Di sisi lain, Miyato seharusnya memberikan teladan yang baik kepada warga sekolah.
Pada saat pembacaan tuntutan pada (17/10/2023), kedua terdakwa meminta keringanan hukuman dengan alasan sebagai tulang punggung keluarga. Selain itu, salah satu dari keduanya mengaku memiliki anggota keluarga yang sakit-sakitan di rumah. Tetapi pada prinsipnya kedua terdakwa mengaku bersalah dan menyesal.
Tomy menyampaikan dalam kasus ini, 12 keluarga korban tidak mengajukan restitusi. Para keluarga korban mengaku sudah ikhlas dengan kejadian tersebut tetapi tetap berharap pelaku dihukum secara adil.
Menurut dia, sejak tahap penyidikan di kepolisian, pihak keluarga korban memang tidak mengajukan restitusi. Di sisi lain, Tomy menilai tuntutan jaksa itu berdasarkan sejumlah pertimbangan, salah satunya agar terdakwa jera sekaligus agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana pencabulan.
“Kami berharap, kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi semuanya. Jangan sampai ada kasus-kasus serupa karena hukumannya berat,” ujar dia.