Esposin, SRAGEN – Situasi di masa pandemi Covid-19 cukup menyulitkan bagi tenaga kesehatan (nakes) dalam menemukan pasien tuberculosis (TB). Para warga yang terindikasi suspek TB enggan memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit karena takut dikira Covid-19 lantaran memiliki gejala yang mirip.
Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Puskesmas Kedawung II, Sragen, Sugiyartuti, saat dihubungi Esposin, Rabu (24/3/2021), menyampaikan program promosi penemuan TB di wilayah Kedawung II masih jalan terus sampai sekarang, yakni dengan menggandeng para penjual sayur keliling.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Baca juga: Alasan Warga Karanganyar Maling Gabah di Sragen Naik NMax: Buat Makan Sampai Nyumbang
Dia menyebut ada 43 orang pedagang sayur keliling yang menjadi kader promosi kesehatan, khususnya dalam penemuan kasus TB di Kedawung II. Selama 2020, sebut dia, ada 29 kasus TB di Kedawung II. Angka kasus tersebut tertinggi kedua setelah Sragen Kota sebanyak 44 kasus.
“Perbedaan gejala TB dan Covid-19 itu sedikit tetapi penanganan dan pengobatannya hampir sama. Temuan kasus selama pandemi mengalami penurunan karena saat ada warga yang didiagnosa suspek TB enggan memeriksakan ke puskesmas karena takut dianggap Covid-19.
Baca juga: Asale Makam Mbah Minggir di Benowo Palur Karanganyar
Dalam permasalahan ini memang membutuhkan penjelasan yang ekstra untuk memahamkan warga tentang perbedaan TB dan Covid-19,” jelas Tutik, sapaan akrabnya.
Dia menjelaskan TB dan Covid-19 sama-sama ada gejala di paru-paru karena sama-sama ada sesak nafasnya. Dia mengatakan kalau TB itu diketahui dalam jangka waktu lama, seperti batuk tiga pekan berturut-turut.
Sedangkan Covid-19, ujar dia, diketahui dalam jangka waktu singkat karena penyebabnya virus sementara TB penyebabnya bakteri.
“Penderita TB itu cenderung kurus badannya. Saat batuk kadang bercampur darah, tidak mau makan, dan seterusnya. Banyak warga yang menutupi sakitnya dan tidak mau periksa karena takut dianggap Covid-19. Ya, kami tidak bisa memaksa,” katanya.
Baca juga: Terungkap! Ini Identitas Jasad Misterius di Pasar Bunder Sragen
Dia menerangkan turunnya angka temuan kasus TB itu disebabkan karena tidak maksimalnya petugas di lapangan mengingat adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Dia mengaku cukup kerepotan mengumpulkan warga dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Karena risiko itulah kemudian pengumpulan orang tidak dilakukan. Akhirnya yang dilakukan dengan kunjungan yang memungkinkan untuk jaga jarak. Biasanya ada pembinaan tiga bulan sekali juga ditiadakan. Pembinaan kader juga ditunda,” jelasnya.
Dia menyampaikan yang masih bisa jalan promosi TB lewat penjual sayur keliling itu. Dia mengatakan mereka masih bersemangat sampai membuat seragam juga.
“Ya, mereka membantu kami. Kalau ada yang batuk-batuk lama langsung diminta melapor ke Bu Tutik,” katanya.